Jumat, 29 November 2013

ANALISIS PERAN PONDOK PESANTREN ROUDLOTUL MUBTADI’IN DALAM MEMBANGUN JIWA ENTREPRENEURSHIP DAN LEADERSHIP


PROPOSAL SKRIPSI

NAMA           : AHMAD KHOIRUL BADAR
NIM                : 210 205
JURUSAN     : SYARI’AH/EI
JUDUL          : ANALISIS PERAN PONDOK PESANTREN ROUDLOTUL MUBTADI’IN DALAM MEMBANGUN JIWA ENTREPRENEURSHIP DAN LEADERSHIP


I.         Pendahuluan
1.      Latar Belakang Masalah
Jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya mengalami pertumbuhan. Dampak yang ditimbulkan dari bertambahnya penduduk tersebut tidak hanya berkisar pada penambahan kebutuhan dasar manusia, akan tetapi berakibat pula terhadap meningkatnya berbagai macam kebutuhan lain yang mendorong terjadinya kelangkaan berbagai macam kebutuhan dipasaran. Kebutuhan akan pangan, papan, dan lapangan pekerjaan yang harus terpenuhi, menuntut kreativitas dan kerja keras dari setiap individu untuk berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya.
Untuk mendapatkan pekerjaaan setiap tahunnya tidak kurang dari ratusan bahkan ribuan orang saling bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Beberapa penyebab munculnya fenomena tersebut adalah keinginan untuk menjadi pegawai, sifat malas, belum siap pakai, sikap mental yang kurang baik, tidak percaya diri, dan kurangnya motifasi pribadi untuk menjadi seorang wirausahawan.
Merujuk data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada bulan Agustus 2012 mencapai 6,14% dari total penduduk indonesia.[1], artinya lebih dari 7,24 juta orang tidak mendapatkan pekerjaan. Jumlah tersebut diperkirakan akan mengalami kenaikan setiap tahunya apabila pemerintah tidak menyediakan lapangan kerja.
Keberadaan pesantren sebagai agen pengembangan masyarakat, sangat diharapkan mempersiapkan sejumlah konsep pengembangan sumber daya manusia, baik untuk peningkatan kualitas pondok pesantren maupun peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.[2]
Di era globalisasi dengan persaingan yang terlalu ketat dewasa ini, pesantren harus membangun sumber daya manusia, tidak cukup dengan membangun satu aspek jiwa spiritual saja melainkan diperlukan pula berbagai pengetahuan dan ketrampilan (skill) yang selama ini masih kurang mampu dipenuhi oleh pondok pesantren.
Perlunya pengembangan  pesantren diharapkan bisa berperan sebagai basis pembangunan wilayah yang taktis dan strategis. Taktis dalam hal ini, pesantren mampu memainkan peran dalam membentuk konsep perekonomian kerakyatan. Strategis, pesantren merupakan satu-satunya aset pendidikan yang menggodok generasi bangsa. Pesantren mesti menghasilkan generasi muda yang piawai di bidang ekonomi mandiri yang mengarah pada kewirausahaan. 
Melahirkan pengusaha yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual adalah respons lembaga pendidikan agama seperti pesantren. Jika ini terwujud, maka pesantren akan kembali menjadi alat untuk memberdayakan ekonomi masyarakat, membebaskan rakyat dari keterbelengguan. 
Selain persoalan keagamaan, peran pesantren mesti dikontekstualisasikan ke dalam penanggulangan masalah perekonomian Di era globalisasi dengan persaingan yang terlalu ketat dewasa ini, pesantren harus membangun sumber daya manusia, tidak cukup dengan membangun satu aspek jiwa spiritual saja melainkan diperlukan pula berbagai pengetahuan dan ketrampilan (skill) yang selama ini masih kurang mampu dipenuhi oleh pondok pesantren.
Berbagai faktor seperti masih tertutupnya para kyai untuk menerima bantuan dan kurangnya sarana prasarana mengakibatkan banyak alumni atau lulusan dari pondok pesantren tidak dapat bersaing dalam kehidupan yang semakin kompetitif, karena kurang memiliki ketrampilan (skill) yang justru merupakan tuntutan dan kebutuhan pasar dewasa ini.
Adanya pengembangan lifekill yang ada pesantren lambat laun akan memunculkan kemandirian pesantren, yang dalam hal ini bisa dilihat juga dari segi pengelolaan, manajemen, maupun adanya kegiatan yang bersifat ekstra seperti pelajaran menjahit, beternak, maupun bercocok tanam dan lain sebagainya. Apabila dimaknai lebih dalam, kegiatan-kegiatan diatas dapat memberikan nilai pendidikan lebih yaitu pendidikan life skill bagi santri[3].
Pesantren mempunyai peran yang sangat menentukan tidak hanya bagi perkembangan suatu bangsa. Pesantren yang mampu mendukung  pembangunan nasional yakni pesantren yang mampu mengembangkan potensi para santrinya, sehingga mampu menghadapi dan memecahkan problem kehidupan sosial. Selama ini berkembang anggapan bahwa pondok pesantren cenderung tidak dinamis dan tertutup terhadap segala perubahan atau medernisasi. Anggapan ini pula yang menyebabkan lembaga pendidikan pondok pesantren (terutama yang tidak memiliki Madrasah) diidentikkan dengan tradisionalisme, dan tidak sejalan dengan proses modernisasi. Akibatnya, perhatian pada pengembangan pondok pesantren lebih dilihat dalam perspektif kesediaannya menjadi lembaga pendidikan agama
Mengantisipasi hal tersebut, maka pengembangan SDM mutlak menjadi kewajiban, utamanya di daerah yang menjadikan pesantren sebagai basis masyarakat. Pengembangan pesantren dengan konsep yang jelas mutlak dilakukan. Pesantren tidak hanya dijadikan sebagai tempat menimba ilmu saja, tetapi pesantren dapat menjadi lumbung yang berkualitas.
Pengembangan semangat entrepreneurship dan leadership berbasis pesantren merupakan salah satu cara bagi pesantren dibidang pengembangan sumber daya santri. Adanya dorongan dan motivasi dari pihak pesantren akan melahirkan generasi santri yang memiliki jiwa entrepreneurship dan leadership yang nantinta tidak hanya berguna bagi pribadi tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi perekonomian negara.
Pesantren roudlotul mubtadi’in merupakan salah satu pesantren di Jepara bermetamorfosis dari pesantren tradisional menjadi menjadi pesantren modern. Pesantren tersebut mengembangkan diri tidak hanya dalam kurikulum saja tetapi juga memiliki bisnis berbasis pesantren. Untuk itu dari latar belakang diatas, peneliti ingin mengkaji lebih dalam tentang  entrepreneurship dan leadership berbasis pesantren dengan judul : Analisis Peran Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadi’in Dalam Membangun Jiwa Entrepreneurship dan Leadership”  

2.    Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman tentang pengertian judul di atas, maka penulis memberikan penjelasan sebagai berikut:
1.        Analisis
Merupakan penyelidikan terhadap sesuatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya.[4] Yang dimaksud dengan analisis di sini adalah penyelidikan terhadap peran pesantren dalam menumbuhkembangkan jiwa entrepreneurship dan leadership.
2.      Pondok pesantren
Merupakan sebauah lembaga pendidikan Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari yang didalamnya terdapat elemen-elemen seperti pondok, masjid, Kyai (pimpinan/guru) dan pengajaran kitab-kitab klasik
3.      Entrepreurship
Merupakan suatu usaha yang kreatif yang membangun suatu value dari yang belum ada menjadi ada dan bisa dinikmati oleh orang banyak[5]



4.      Leaedership
Adalah kemampuan mendorong sejumlah orang agar bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah pada tujuan bersama. Struktur organisasi adalah kerangka atau susunan unit atau satuan kerja atau fungsi-fungsi yang dijabarkan dari tugas atau kegiatan pokok suatu organisasi, dalam usaha mencapai tujuannya[6]

3.    Fokus Penelitian
Mengingat luasnya ruang lingkup peran pesantren dalam menumbuhkan jiwa entrepreneursip dan leadership, maka untuk menghindari bias makna, maka penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian yang akan dibahas sebagai berikut:
1.    Peran pesantren yang dimaksud adalah keterlibatan pesantren dalam memberdayakan para santri dalam membangun jiwa  entrepreneurship dan leadership
2.    Penelitian ini dilakukan pada pondok pesantren Rouudlotul Mubtadi’in Balekambang Nalumsari Jepara

4.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang diatas maka penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut:
a.       Bagaimana konsep entrepreneurship dan leadership di pesantren Roudlotul Mubtadi’in?
b.      Bagaimana metode yang digunakan pesantren Roudlotul Mubtadi’in dalam membangun jiwa entrepreneurship dan leadersip?
c.       Bagaimana peran pesantren Roudlotul Mubtadi’in dalam membangun jiwa entrepreneurship dan leaderhsip?


5.    Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitiaan ini adalah sebagai berikut:
a.         Untuk memperoleh gambaran konkrit berkenaan dengan konsep entrepreneurship dan leadership yang ada di pondok pesantren Roudlotul Mubtadi’in
b.        Untuk mengetahui metode yang dilakukan pesantren Roudlotul Mubtadi’in  dalam menumbuhkan jiwa entrepreneurship dan leadership para santri
c.         Untuk mengetahui peran pesantren Roudlotul Mubtadi’in  dalam membangun jiwa entrepreneurship dan leadership

6.      Manfaat Penelitian
a.       Manfaat teoritis
1)   Bagi ilmu pengetahuan
Penelitian ini semoga dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang konsep menumbuhkembangkan jiwa entrepreneurship dan leadership yang berbasis pesantren.
2)   Bagi lembaga
Sebagai bahan masukan dalam rangka merumuskan dan mengembangkan progam pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren.
3)   Bagi masyarakat
Diharapkan memberikan gambaran dan pemahaman kepada masyarakat tentang entreprtenurshipp dan leadership berbasis pesantren
b.      Manfaat praktis
1)        Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa pengetahuan yang lebih jelas kepada masyarakat dan lembaga tentang konsep pengembangan jiwa entrepreneurship dan leadership berbasis pesantren
2)        Jika permasalahan kedua mengenai bagaimana metode yang digunakan pesantren Roudlotul Mubtadi’in dalam membangun jiwa entrepreneurship dan leadersip, maka manfaatnya adalah memberikan pengetahuan lebih mendalam mengenai cara atau metode yang di lakukan oleh psantren rouddlotul mubtadiin dalam membangun jiwa entrepreneurship dan leadership
3)        Akan memberikan manfaat pengetahuan berupa gambaran kepada masyarakat maupun lembaga akan peran pesantren dalam proses menumbuhkembangkan jiwa entrepreneurship dan leadership di pesantren Roudlotul Mubtadi’in

II.            KAJIAN PUSTAKA
a.   Pengertian dan Ruang Lingkup Pondok Pesantren
Pesantren berasal dari dari kata santri yang diawali awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti menunjukan tempat, artinya adalah tempat para santri. Menurut geertz dalam wahjoetomo disebutkan pesantren berasal dari bahasa India shastri yang berarti imuwan hindu yang pandai menulis. Prof. John berpendapat bahwa kata pesantren berasal dari terma “santri” yang diderivasi dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Sementara itu C.C. Berg berpendapat bahwa kata santri berasal dari bahasa India “shastri” yang berarti orang yang memiliki pengetahuan tentang buku-buku suci (kitab suci). Berbeda dengan keduanya, Robson berpendapat bahwa kata santri berasal dari bahasa Tamil “sattiri” yang berarti orang yang tinggal di sebuah rumah gubuk atau bangunan keagamaan secara umum.[7]
Di indonesia istilah pesantren lebih populer dengan sebutan pondok pesantren, lain halnya dengan pesantren, pondok berasal dari bahasa arab funduk yang berarti hotel asrama, rumah, tempat tinggal sederhana. Pesantren itu terdiri dari lima elemen pokok. Meliputi:
a.    Kyai
Mempunyai peran yang sangat penting, ibarat jantung bagi kehidupan masyarakat santri. Kyai juga dikatakan tokoh non formal yang ucapan dan seluruh perilakunya akan dicontoh oleh komunitas disekitarnya. Salah satu unsur dominan dalam kehidupan sebuah pesantren, kyai mengatur irama perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu pesantren denan keahlian kedalaman ilmu, kharismatik dan keterampilanya. Sehingga tidak jarang sebuah pesantren tanpa memilki manajemen pendidikan yang rapi
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan non formal yang khusus mempelajari pendidikan agama islam dengan metode pembelajaran tradisional dengan mengandalkan kepemimpinan seorang kyai untuk membawa siswa atau peserta didik kearah yang lebih baik yakni alim dalam ilmu agama dan tegaknya ajaran islam. Sehubungan dengan keberadaan lembaga tersebut, pastilah pondok pesantren mempunyai ciri-ciri yang menunjukan keberadaannya, adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1)        Adanya hubungan yang akrab antara santri dengan kyai
2)        Kepatuhan pada kyai
3)        Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dilingkungan pesantren
4)        Kemandirian amat terasa dipesantren
5)        Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan (ukhuwah islamiyah sangat mewarnai pergaulan dipesantren)
6)        Disiplin sangat dianjurkan
7)        Keprihatinan untuk mencapai tujuan yang mulia
8)        Pemberian ijazah.[8]

b.    Santri
Secara generik santri dipesantren dapat dikelompokan pada dua kelompok besar: santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah santri yang datang dari tempat yang jauh sehingga ia tinggal dan menetap dipondok (asrama) pesantren. Sedangkan santri kalong adalah para santri yang berasal dari wilayah sekitar pesantren sehingga mereka tidak memerlukan tempat tinggal dan menetap dipondok.
Santri mukim bisa juga disebut santri menetap, tinggal bersama kyai dan secara aktif menuntut ilmu dari seorang kyai. Dapat juga secara langsung sebagai pengurus pesantren yang ikut bertanggung jawab atas keberadaan santri lain. Setiap santri yang mukim telah lama menetap dalam pesantren secara tidak langsung bertindak sebagai wakil kyai.[9]
Ada dua latar belakang seorang santri menetap sebagai santri mukim, diantaranya adalah sebagai berikut:
1)        Motif menuntut ilmu artnya santri itu datang dengan maksud menuntut ilmu dari kyainya
2)        Motif menjunjung tinggi akhlak, seorang santri belajar secara tidak langsung agar santri tersebut setelah dipesantren akan memilki akhlak yang terpuji sesuai dengan akhlak kyainya
c.    Masjid
Elemen penting lainya dalam pesantren adalah adanya masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri baik untuk pelaksanaan sholat lima waktu, sholat jum’at, khotbah maupun untuk pengajaran kitab-kitab kuning. Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan ini merupakan manifestasi universal dari sistem pendidikan islam sebagamana yang dilakukan rasulullah, sahabat dan orang-orang sesudahnya.
Tradisi yang dilakukan rasulullah ini terus dilestarikan oleh kalangan pesantren. Para kyai selalu mengajar murid-muridnya dimasjid. Mereka menganggap masjid sebagai tempat paling terpat untuk menanamkan nilai-nilai kepada para santri, terutama ketaatan dan kedisiplinan. Penanaman sikap disiplin kepada para santri dilakukan melalui kegiatan shalat berjamaah setiap waktu dimasjid, bangun pagi serta yang lainya. Oleh karena itu masjid merupakan bangunan yang pertama kali dibangun sebelum didirikanya sebuah pondok pesantren.


d.   Pondok
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah suatu lembaga pendidikan yang menyediakan asrama atau pondok (pemondokan) sebagai tempat tinggal bersama sekaligus tempat belajar para santri dibawah bimbingan kyai. Asrama untuk para santri ini berada dalam lingkungan komplek pesantren dimana kyai beserta keluarganya bertempat tinggal serta adanya masjid sebagai tempat beribadah dan tempat untuk mengaji bagi para santri. Pada pesantren yang teklah maju, biasanya memiliki komplek tersendiri yang dikelilingi oleh pagar pembatas untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri serta untuk memisahkan dengan lingkungan sekitar. Didalam komplek itu diadakan pemisahan secara jelas antara perumahan kyai dan keluarganya dengan asrama santri, baik putra maupun putri.
Pondok yang merupakan asrama bagi para santri merupakan ciri spesifik sebuah pesantren yang membedakanya dengan sistem pendidikan suatu daerah Minangkabau. Dalam pembangunan pesantren, paling tidak terdapat empat alasan untuk para santrinya:
Pertama, ketertarikan santri-santri untuk belajar kepada seorang kyai karena kemasyuran atau kedalaman serta keluasan ilmunya yang mengharuskanya untuk menetap dikediaman kyai itu.
Kedua, kebanyakan pesantren adalah tumbuh dan berkembang di daerah jauh dari keramaian pemukiman penduduk sehingga tidak terdapat perumahan yang cukup memadai untuk menampung para santri dalam jumlah banyak
Ketiga, terdapat sikap timbal balik antara kyai dan satri yang berupa terciptanya hubungan kekerabatan seperti hubungan ayah dan anak. Sikap timbal balik ini menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama
Keempat, untuk memudahkan dalam pengawasan dan pembinaan kepada para santri secara intensif dan istiqomah, hal ini dapat dimungkinkan jika tempat tinggal antara guru dan murid berada dalam satu lingkungan yang sama,  
e.    Pengajaran kitab-kitab islam
Tujuan utama dari pengajaran kitab kuning adalah untuk mendidik calon-calon ulama. Sedangkan bagi para santri yang hanya waktu singkat tinggal dipesantren maka tidak bercita-cita menjadi ulama akan tetapi bertujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman keagamaan.
f.     Sarana dan Prasarana Pesantren
Sarana dan prasarana dalam hal ini merujuk kepada pengertian yang dibuat dalam ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman khususnya Pasal 1 ayat (5 dan 6), yang menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan Prasarana lingkungan" adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan pengertian sarana sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.
 Merujuk pada defenisi di atas, maka yang dimaksud dengan sarana dan prasaran pondok pesantren adalah kelengkapan dasar fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan pesantren dalam kegiatan pendidikan. Pengertian ini lebih bersifat praktis yang menyangkut sarana dan prasarana yang pokok-pokok saja yang dimiliki oleh setiap pesantren. Namun demikian atara pondok pesantren yang satu dengan lainnya penyediaan sarana dan prasarananya berbeda-beda sesuai dengan jenis dan kapasitas yang dimilikinya.
Menurut Syafruddin Amir, dalam kenyataannya di lapangan sarana dan prasarana. penunjang pesantren secara umum yang terlihat masih kurang memadai. Bukan saja dari segi infrastruktur bangunan yang harus segera di benahi, melainkan terdapat pula yang masih kekurangan ruangan pondok (asrama) sebagai tempat menetapnya santri. Selain itu, kebutuhan penataan dan pengadaan infrastruktur pondok pesantren telah berimplikasi terhadap munculnya anggapan misalnya dalam bidang kesehatan bahwa pesantren adalah komunitas yang tidak sehat. Sekalipun perilaku hidup sehat mulai disadari oleh sebagian besar pondok pesantren. Namun, hal itu masih perlu lebih banyak dorongan, khususnya pondok-pondok pesantren kecil yang memiliki pendanaan minim.
g.    Kebutuhan Pondok Pesantren
Kebutuhan dalam penelitian ini terutama dimaksudkan sebagai kebutuhan pokok atau dasar dari komunitas pondok pesantren (kiai, keluaraga kiai, ustadz dan santri). Kebutuhan pokok tersebut mencakup kebutuhan akan pangan, sandang, papan, layanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Sebagai satu kesatuan tempat pemukiman, pondok pesantren juga membutuhkan: (a) prasarana lingkungan seperti jalan, saluran air limbah dan saluran hujan; (b) utilitas umum seperti jaringan listrik, gas, air bersih, telepon, pembuangan sampah dan pemadam kebakaran; dan (c) fasilitas sosial yang merupakan kelengkapan lingkungan seperti layanan kesehatan, pelayanan umum, olah raga, lapangan terbuka dan fasilitas umum lainnya.

b.   Entreprenurship (Kewirausahaan)
1)   Pengertian Entrepreneurship
Dari segi bahasa, Kewirausahaan merupakan pendanaan kata dari entrepreneurship dalam bahasa inggris, Unternehmer dalam bahasa jerman, ondernemen dalam bahasa belanda dan entrepreneur dalam bahasa perancis yang berarti petualang, pengambil resiko, kontraktor, pengusaha dan pencipta yang menjual hasil ciptaanya[10].  Dilihat dari definisinya banyak pakar telah mendefinisikan tentang entrepreneurship seperti Peggy A. Lambing & Charles R. Kuehl, yang dikutip oleh Hendro mengemukakan entrepreneursip merupakan suatu usaha yang kreatif yang membangun suatu value dari yang belum ada menjadi ada dan bisa dinikmati oleh orang banyak.[11]
Menurut Suryana dalam Hendro, entrepreneurship adalah suatu kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Selanjutnya, Hisrich, Peters, dan Sheperd yang dikutip oleh Hendro mendifinisikan entrepreneurship sebagai proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan waktu dan upaya yang diperlukan, menanggung risiko keuangan, fisik, serta risiko sosial yang mengiringi, menerima imbalan moneter yang dihasilkan, sertra kepuasan dan kebebasan pribadi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia entrepreneur merupakan orang yang pandai atau berbakat mengenai produk baru meyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
Raymond Kao dalam buku berjudul Defining Entrepreneurship menyatakan bahwa entrepreneur adalah orang yang menciptakan kemakmuran dan proses peningkatan nilai tambah melalui inkubasi gagasan, memadukan sumber daya dan membuat gagasan menjadi kenyataan, dan entrepreneurship (kewirausahaan) adalah suatu proses melakukan sesuatu yang baru dan berbeda dengan tujuan menciptakan kemakmuran Bagi individu dan memberi nilai tambah pada masyarakat.[12]
Mengacu dari Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, disebutkan bahwa: Wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan. Dari definisi di atas dapat dicatat beberapa hal penting yang dimaksud kewirausahaan sebagai berikut:
1)        Harus ada usaha atau kegiatan untuk melakukan sesuatu.
2)        Menciptakan nilai yaitu nilai baru yang menyebabkan apa yang dihasilkan dapat mempunyai nilai tambah di pasar dan mempunyai keunggulan.
3)        Adanya peluang bisnis. Yaitu kemampuan dan kecepatan di dalam mengidentifikasi adanya peluang bisnis.
4)        Mengambil risiko. Bahwa di dalam konsep kewirausahaan seorang wirausaha berani dan mau mengambil risiko dan dari risiko tadi keuntungan dapat diperoleh.
5)        Mempunyai ketrampilan atau keahlian manajemen dan komunikasi. Ini artinya dengan mengadopsi konsepsi kewirausahaan seseorang dituntut untuk memiliki keahlian atau ketrampilan di dalam mengelola suatu kegiatan organisasi dan kemampuan berkomunikasi.
6)        Kemampuan di dalam memobilisasi berbagai potensi yang ada dan yang dibutuhkan oleh seorang pengusaha seperti faktor sumber daya manusia, keuangan dan berbagai sumber daya yang dibutuhkan agar suatu kegiatan usaha dapat terlaksana dan berhasil.
Sedangkan definisi dari Rhenald Kasali entrepreneur adalah seseorang yang menyukai perubahan, melakukan berbagai temuan yang membedakan dirinya dengan orang lain, menciptakan nilai tambah, memberikan manfaat bagi  dirinya dan orang lain, karyanya dibangun berkelanjutan (bukan ledakan sesaat) dan dilembagakan agar kelak dapat bekerja dengan efektif di tangan orang lain. Renald kasali memberikan lima ciri yang melekat pada entrepreneur unggulan yaitu: [13]
1)        Berani mengambil risiko
2)        Menyukai tantangan
3)        Punya daya tahan tinggi
4)        Punya visi jauh ke depan
5)        Selalu berusaha memberikan yang terbaik.

2)   Karakteristik Pribadi Wirausaha
Sifat kepribadian seorang enterpreeneur dipelajari untuk mengetahui karakteristik perorangan yang membedakan seorang wirausaha dan bukan wirausaha. David McCleland mengindikasikan ada korelasi positif antara tingkah Iaku orang yang mcmiliki motif prestasi tinggi dengan tingkah laku wirausaha. Karakteristik orang-orang yang mempunyai motif prestasi tinggi adalah: [14]
1)   Memilih resiko "moderate" Dalam tindakannya dia memilih melakukan sesuatu yang ada tantangannya, namun dengan cukup kemungkinan untuk berhasil.
2)   Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatan. Artinya kecil sekali kecenderungan untuk mencari "lrambing hit am" atas kegagalan atau kesalahan yang dilakukannya.
3)   Mencari umpan balik (feed back) tentang perbuatan-perbuatannya. Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru.

3)   Membangun Jiwa Entrepreneursip
Jiwa atau semangat harus dimiliki seorang wirausaha agar usahanya lancar. Bisnis yang disertai dan didasari oleh jiwa wirausaha, orientasinya akan lebih bernilai dalam mencapai keberhasilan. Untuk membangun jiwa wirausaha dapat dilakukan dengan cara mempelajari makna kewirausahaan dan berusaha memiliki karakteristik entreprenurship. dalam konteks bisnis, kewirausahaan pada dasarnya merupakan jiwa dari seseorang yang diekspresikan melalui sikap dan perilaku yang kreatif dan inovatif untuk melakukan suatu kegiatan.
Adapun orang yang memiliki jiwa tersebut tentu saja dapat melakukan kegiatan kewirausahaan atau menjadi pelaku kewirausahaan atau lebih dikenal dengan sebutan wirausaha (entrepreneur). Sebaliknya, yang tidak memiliki jiwa demikian tentu tidak bisa disebut sebagai wirausaha meskipun melakukan kegiatan bisnis.
4)   Hal yang harus diketahui dan dimiliki oleh santri entrepreneur
Dalam prakteknya, seorang santri entrepreneur harus mengetahui dan memiliki beberapa sifat-sifat berikut:
a. Pemahaman Pasar
Dahulu orang mengartikan pasar sebagai tempat pertemuan antara penjual dengan pembeli untuk melaksanakan transaksi jual beli. Seiring dengan perkembangan pasar, kini orang mengartikan pasar tidak harus ada "tempat". Yang penting ada penjual dan pembeli kemudian terjadi transaksi jual beli. Transaksi jual-beli dapat saja terjadi seperti melalui telepon atau alat komunikasi lain tanpa harus bertemu muka secara langsung pada satu tempat tertenlo.
Bila pada masa lalu orang lebih banyak mendahulukan penciptaan produk kemudian baru berpikir bagaimana cara menjualnya (disebut konsep penjualan). Pada masa sekarang cenderung bertolak belakang. Orang cenderung .Iebih mendahulukan pemahaman tentang pasar seperti: apa yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen, bagaimana kemampuan konsumen, dan lainlain, dan kemudian diciptakan produk yang sesuai dengan· kebulohan dan keinginan dengan harga terjangkau.
b. Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri yang tinggi merupakan modal utama agar seseorang berani bertindak diiringi dengan pertimbangan yang matang. Namun demikian rasa percaya diri tidak boleh berlebihan karena dapat mengakibatkan kesombongan yang pada akhimya dapat membawa usaha pada kegagalan
c. Jaringan
Jaringan yang dimiliki oleh wiraswastawan dapat berupa individu, kelompok atau organisasi, dan sebagainya yang kita kenai dan terbina hubungan baik sehingga dapat memberi peluang bagi pemasaran produk. Jaringan dapat menjadi konsumen akhir dan dapat pula sebagai perantara pemasaran produk.
d. Wawasan
Seorang santri entrepreneur harus mempunyai wawasan yang luas dalam hubungan dengan dunia bisnisnya. Dengan wawasan luas, seorang wirausahawan akan mampu· menganalisis berbagai peluang, tantangan, dan resiko yang bakal timbul.

c.    Leadership (Kepemimpinan)
1)   Pengertian Leadership
Berbagai aktivitas yang ada dalam pengembangan usaha tidak terlepas dari arahan atau kontrol dari seorang pemimpin, pemimpin bertanggung jawab terhadap apa yang telah didelegasikan  Terdapat berbagai teori tentang kepemimpinan yang dikembangkan oleh para cendekiawan. Leadership atau Kepemimpinan adalah salah satu faktor penting untuk mencapai sukses melalui kerja kelompok, karena tanpa kepemimpinan yang efektif anggota kelompok cenderung tidak memiliki arah, tidak puas, dan kurang termotivasi.
Hill dan Caroll berpendapat bahwa, kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan mendorong sejumlah orang agar bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah pada tujuan bersama. Sementara itu menurut A.M. Kadarman, Sj dan Jusuf Udaya kepemimpinan didefinisikan sebagai seni atau proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai kelompok.[15] Menurut Kae H. Chung dan Leon C Megginson kepemimpinan merupakan kesanggupan mempengaruhi prilaku orang lain dalam suatu arah tertentu.
Sedangkan menurut Edwin A. Fleishman kepemimpinan diartikan suatu usaha mempengaruhi orang antar perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Dari rumusan-rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk tercapainya suatu tujuan tertentu.
Struktur organisasi adalah kerangka atau susunan unit atau satuan kerja atau fungsi-fungsi yang dijabarkan dari tugas atau kegiatan pokok suatu organisasi, dalam usaha mencapai tujuannya. Setiap unit mempunyai posisi masing-masing, sehingga ada unit yang berbeda jenjang atau tingkatannya dan ada pula yang sama jenjang atau tingkatannya antara yang satu dengan yang lain.
Kepemimpinan akan berlangsung efektif bilamana mampu memenuhi fungsinya, meskipun dalam kenyataannya tidak semua tipe kepemimpinan memberikan peluang yang sama untuk mewujudkannya.[16] Dalam hubungan itu sulit untuk dibantah bahwa setiap proses kepemimpinan juga akan menghasilkan situasi sosial yang berlangsung di dalam kelompok atau organisasi masing-masing.
Untuk itu, setiap pemimpin harus mampu menganalisa situasi sosial kelompok atau organisasinya yang dapat dimanfaatkan dalam mewujudkan fungsi kepemimpinan dengan kerja sama dan bantuan orang-orang yang dipimpinnya.
2)   Fungsi Kepemimpinan
Seorang pemimpin harus memiliki empat fungsi kepemimpinan, menurut Stephen Covey yang dikutip Antonio membagi fungsi kepemimpinan menjadi empat yakni sebagai perintis, (pathfinding), penyelaras (aligning), pemberdaya (empowering), dan panutan (modeling)


Gb. 2. 1. Fungsi kepemimpinan Stephen Covey
Fungsi perintis (pathfinding) mengungkapkan bagaimana upaya pemimpin memahami dan memenuhi kebutuhan utama para stakeholder-nya, misi dan nilai-nilai yang dianutnya, serta yang berkaitan dengan visi dan strategi, yaitu kemana perusahaan akan dibawa dan bagaimana caranya agar sampai kesana
Fungsi penyelaras (aligning) berkaitan dengan bagaimana pemimpin menyelaraskan keseluruhan sistem dalam organisasi perusahaan agar mampu bekerja dan saling sinergis, sang pemimpin harus memahami betul apa saja bagian- bagian dalam sistem organisasi perusahaan. Kemudian ia menyelaraskan bagian-bagian tersebut agar sesuai dengan strategi untuk mencapai visi yang telah digariskan
Fungsi pemberdayaan (empowering) berhubungan dengan upaya untuk menumbuhkan lingkungan agar setiap orang dalam organisasi perusahaan mampu melakukan yang terbaik dan selalu mempunyai komitmen yang kuat (committed). Seorang pemimpin harus memahami sifat tugas yang diembanya. Ia juga harus mengerti dan mendelegasikan seberapa besar tanggung jawab dan otoritas yang harus dimiliki oleh subjek yang dipimpinya.
Fungsi panutan (modeling) mengungkap bagaimana agar pemimpin dapat menjadi panutan bagi para bawahannya atas sikap, perilaku, tutur kata dan keputusan-keputusan yang telah diambil
3)   Karakteristik dan Model kepemimpinan
Setiap manusia selalu memiliki pemimpin, baik pemimpin keluarga, pemimpin politik, pemimpin pergerakan sosial, pemimpin agama, pemimpin, negara, maupun pemimpin dunia tergantung dengan cakupan wulayah masing-masing. Kepemimpinan Menurut ibad terbagi menjadi dua yaitu:
1)   Kepemimpinnan Visioner
Visi memiliki arti kemampuuan untuk melihat inti persoalan, pandangan, wawasan, apa yang tampak dalam khayal, penglihatan, dan pengamatan. Visi meliibatkan logikadan intuisi, pikiran, dan perasaan, pengalaman masa lampau dan kemungkinanmasa depan, serta hal-hal yang rasional dan hal-hal yang tak mungkin (irrasional). Visi merupakan alat yang digunakan setiap orang untuk menciptakan sesuatu. Secara umum ada tiga macam visi yag sering kali digunakan dalam kepemimpinan, seperti: [17]
a)      Visi tentang masa depan yang akan mungkin terjadi
b)      Visi masa depan yang diinginkan
c)      Visi masa depan yang baik atau yang hancur
Tingkat keberhasilan kepemimpinan visioner akan berbanding lurus dengan tingkat kemampuan visionist dari sang pemimpin. Dengan kepemimpinan visioner seorang pemimpin akan dapat mengarahkan tindakan, membuat kebijakan dalam membuat suatu pilihan atau keputusan
2)   Kepemimpinan Passioner
Kepemimpinan passioner adalah kepemimpinan yang mengandalkan kekuatan passi. Passi bisa diartikan sebagai cinta, motivasi, inspirasi, dan perhatian. Kepemimpinan passioner dapat diartikan sebagai kepemimpinann yang mampu menumbuhkan perasaan sang pemimpin dan perasaaan pengikutnya, membuat perasaan itu menjadi energi dari dalam jiwa, sehingga memberi daya kehidupan yang menyebabkan visi terwujud. Oleh karena itu kepemimpinan passioner dapat menumbuhkan komitmen bersama, sehingga membuat semua menjadi efektif.
Sedangkan Rahmad berpendapat, kepemimpinan terbagi menjadi tiga, yaitu: [18]
a)        Kepemimpina partisipatif
Di antara karakteristik kepemimpinan partisipatif adalah:
1)   Prosedur kepemimpinanya berdasarkan: konsultasi, pengambilan keputusan bersama (musyawarah-mufakat) membagi peta kekuasaan, desentralisasi, dan manajemen yang demokratis
2)   berbagai macam prosedur keputusan atau kebijakan yang diambil tersebut memberikan pengaruh tertentu kepada orang lain, karena melibatkan orang-orang yang dipimpinnya

b)        Kepemimpinan karismatik
Di antara karakteristik kepemimpinan karismatik adalah:
1)   Biasanya terdapat pada pemimpin agama, politik, dan gerakan sosial.
2)   Memiliki kelebihan dan keutamaan karena anugerah tuhan, yaitu faktor bawaan sejak lahir yang dapat menumbuhkan karisma
3)   Cenderung memiliki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan, rasa percaya diri, pendirian dalam keyakinan dan cita-citanya
4)   Menumbuhkan kekuasaan sebagai motivasi dan wasilah untuk mempengaruhi pengikutnya
5)   Memilki rasa percatya diri dan pendirian yang kuat, yang akan meningkatkan besarnya rasa percaya diri para pengikutnya terhadap pertimbangn, pendapat, keputusan dan kebijakan pemimpin tersebut
c)        Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional juga disebut transformatif, seperti yang dikutip oleh Sulthon Masyhud dari Beare, kepemimpinan ini mempunyai ciri-ciri:
1)        Memiliki kapasitas, bekerjasama dengan orang lain untuk merumuskan visi lembaga.
2)        Memilki jati diri (personal platform) yang mewarnai tindakan prilakunya.
3)        Mampu mengkomunikasikan dengan berbagai cara.
4)        Menampilkan banyak corak peran kepemimpinan secara teknis, humanistik, edukatif, simbolik dan cultural.
5)        Mengikuti dan merespon trend dan isu, ancaman dan peluang.
6)        Memberdayakan staf dan komunitas dengan melibatkan mereka dalam proses pembuatan keputusan.

Rahmad Al-Bajari menambahkan karakteristik kepemimpinan transformasional adalah:[19]
1)        Mempunyai karisma yang telah diakui oleh pengikutnya.
2)        Menjadi sumber inspirasi bagi bawahanya dalam menciptakan etos kerja dan kinerja yang baik.
3)        Mempunyai kepedulian dan empati terhadap bawahanya secara personal.
 Fungsi kepemimpinan menurut Hill dan Caroll memiliki dua dimensi sebagai berikut:[20]
1)        Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
2)        Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.
Kepemimpinan tidak sekedar menggunakan kekuasaan dan menjalankan wewenang, tetapi melibatkan pemberian nasihat, bimbingan, inspirasi, dan motivasi. Para pemimpin membangun tim, menciptakan kesatuan dan menyelesaikan perselisihan di tingkat kelompok dan akhirnya pemimpin harus mampu membangun budaya dan menciptakan perubahan di tingkat organisasi.
Menurut ahli perubahan organisasi John Kotter dalam Kreitner & Kinicki transformasi organisasi yang berhasil adalah 70% hingga 90% kepemimpinan dan 10% hingga 30% manajemen. Kepemimpinan tidak terbatas pada orang-orang dalam posisi atau peran tertentu. Setiap orang dari tingkat bawah sampai tingkat atas dari suatu organisasi dapat menjadi seorang pemimpin. Para pemimpin juga memainkan peran kunci dalam menciptakan suatu visi dan rencana strategis untuk suatu organisasi[21].
Dewasa ini kepemimpinan dipandang lebih sebagai cara orang menggunakan sebaik mungkin kemampuannya dalam mengatur, memberi pengaruh, serta memperoleh komitmen dari sebuah tim/kelompok terhadap sasaran  kerjanya. Ada banyak gaya dan tipe kepemimpinan, tetapi tidak mudah menentukan gaya dan tipe kepemimpinan yang paling sesuai untuk satu kondisi tertentu, namun demikian apapun gaya kepemimpinan yang diterapkan, seorang pemimpin harus mampu menjadi model bagi kelompoknya.
Pengaruh kepemimpinan yang buruk atas seluruh anggota kelompok sama besarnya dengan pengaruh kepemimpinan yang baik. Seorang pemimpin jelas akan sangat mempengaruhi keberhasilan kelompok dan ada dua hal yang sangat penting yang tidak pernah dilakukan oleh pemimpin kelompok yang baik yaitu menyalahkan anggota atau membiarkannya gagal dan mencari alasan untuk kegagalan kelompok.[22] Dibutuhkan perhatian yang terus menerus dari pemimpin kelompok agar dapat membangun komitmen dan rasa percaya diri, memperkuat keterampilan, mengelola hubungan dengan pihak luar, menghilangkan rintangan, dan menjaga kekompakan
Keberhasilan kelompok dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kekompakan dalam bekerja, motivasi berusaha, dan peran pemimpin kelompok (dalam hal ini ketua) yang dapat mempengaruhi dan menggerakkan anggotanya untuk mencapai tujuan kelompok
Dalam kenyataannya pemimpin dapat mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Para pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok, individu untuk mencapai tujuan. Ralph M. Stogdill mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut: kepemimpinan manajerial adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas dari anggota kelompok.
d.   Motifasi
Motivasi berasal dari kata Latin ‘Movere’ yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mau bekerjasama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Menurut Kreitner & Kinicki , motivasi adalah proses psikologis yang meningkatkan dan mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan. Sementara menurut Siagian motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga, dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. [23]
Berdasarkan pengertian tersebut terlihat bahwa motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang sering dikenal dengan istilah motivasi internal atau intrinsik dan dapat pula bersumber dari luar diri seseorang yang dikenal dengan istilah motivasi eksternal atau ekstrinsik.
Mc.Clelland dalam Hasibuan mengemukakan pola motivasi sebagai berikut:
a.    Achievement Motivation adalah suatu keinginan untuk mengatasi atau mengalahkan suatu tantangan, untuk kemajuan, dan pertumbuhan;
b.    Affiliation Motivation adalah dorongan untuk melakukan hubungan-hubungan dengan orang lain;
c.    Competence Motivation adalah dorongan untuk berprestasi baik dengan melakukan pekerjaan yang bermutu tinggi; dan
d.   Power Motivation adalah dorongan untuk dapat mengendalikan suatu keadaan dan adanya kecenderungan mengambil resiko dalam menghancurkan rintangan-rintangan yang terjadi.
Menurut Siagian tiga komponen utama motivasi yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Adapun ketiga komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.    Kebutuhan timbul dari diri seseorang apabila ia merasa ada ketidakseimbangan dalam dirinya antara apa yang dimiliki dengan apa yang seyogyanya dimiliki baik dalam arti fisiologis maupun psikologis;
b.    Dorongan merupakan usaha pemenuhan kekurangan secara terarah. Dorongan berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan seseorang yang dapat bersumber dari dalam diri seseorang maupun dari luar diri orang tersebut. Dorongan yang bersumber pada tindakan itulah sebagai inti dari motivasi.
c.    Tujuan adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan. Mencapai tujuan berarti akan mengurangi dorongan tertentu untuk berbuat sesuatu.
Mengacu pada tujuan pemberian motivasi, maka dapat diterapkan pada kelompok yaitu:
1)        Mendorong gairah dan semangat kerja anggota
2)        Meningkatkan moral dan kepuasan kerja anggota
3)        Meningkatkan produktivitas kerja anggota
4)        Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
5)        Meningkatkan kreativitas anggota
6)        Meningkatkan kesejahteraan anggota.
Adapun alat motivasi dijelaskan sebagai berikut
a)        Materiil Insentif
Yaitu alat motivasi yang diberikan berupa uang dan atau barang yang mempunyai nilai pasar, jadi memberikan kebutuhan ekonomis.
b)        Non Materiil Insentif
Yaitu alat motivasi yang diberikan berupa barang/benda yang ternilai jadi hanya memberikan kepuasan/kebanggaan rohani, misalnya berupa penghargaan, piagam, dan lainnya; dan
c)        Kombinasi Materiil dan Nonmateriil Insentif
Yaitu alat motivasi yang diberikan berupa materiil (barang dan uang) dan nonmateriil (medali dan piagam) yang menjadi memenuhi kebutuhan ekonomis dan kepuasan rohani.

III.            HASIL PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian yang mengkaji tentang masalah entrepreneurship dan leadership sejauh yang penulis ketahui sudah banyak. Beberapa penelitian baik yang menggunakan studi kepustakaan maupun lapangan diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama Karya Nursaada dan Bondan Wismandanikung yang berjudul kreatifitas dan inovasi untuk memupuk semangat kewirausahaan, hasil penelitannya ditemukan bahwa adanya peran otak kanan akan mempengaruhi seseorang dalam memupuk jiwa wirausaha. Seseorang yang  berjiwa wirausaha kecenderungan memaksimalkan kinerja otak kanan dari pada otak kiri, orang dengan otak kanan akan mempunyai  jiwa kreatifitas, inovasi tinggi serta berorientasikan pada hasil.
1.      Penelitian yang berjudul membangun jiwa entrepreneeurship dalam berorganisasi (suatu proses kepemimpnan organisasi) dilakukan oleh hengki V. R Pattimukay (2008)  juga menunjukkan bahwa membangun jiwa entrepreneurship yaitu membangun jiwa  kreatifitas dan inovasi sebagai wujud kemampuan pemimpin melakukan perubahan dalam organisasi dengan kerja keras melahirkan ide-ide baru dan mewujudkan visi menjadi kenyataan dengan keahlian yang dimiliki.
2.      Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Teddy Oswari tentang Membangun Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship) "menjadi mahasiswa pengusaha (entrepreneur student) pada tahun 2005 menunjukan bahwa seorang calon wirausahawan sangat ditentukan oleh mental pribadi masing masing. Sebagai seorang mahasiswa yang ingin mengembangkan jiwa wirausaha (entrepreneur student), harus mampu belajar merubah sikap mental yang kurang baik dan perlu dimulai dengan kesadaran dan kemauan untuk mempelajari ilmu kewirausahaan, kemudian menghayati dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
3.      Tejo Nurseto yang berjudul Strategi Menumbuhkan Wirausaha Kecil Menengah Yang Tangguh (2004). dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peran pemerintah daam pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM). dibutuhkan anaisis SWOT untuk mendiagnosa beberapa faktor internal maupun eksternal. Hal ini dibutuhkan untuk mengidentifikasi karakteristik produk, pangsa pasar, teknologi. Sumber daya manusia dan aspek manajemen.
1.      Dari penelitian yang dilakukan oleh Adeline  yang berjudul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Minat Berwirausaha Budidaya Lele Sangkuriang” pada tahun 2011. Hasil penelitiannya  menunjukkan terdapat hubungan antara faktor keberhasilan diri, toleransi akan risiko serta kebebasan bekerja terhadap minat berwirausaha lele sangkuriang. Sementara prediksi model penelitian diketahui bahwa responden yang berusia diatas 40 tahun lebih menginginkan kebebasan bekerja dalam berwirausaha Budi daya lele sangkuriang dengan tingkat signifikan sebesar 0.374.

IV.            KERANGKA BERPIKIR
Era informasi ini oleh para pakar dipandang telah menggantikan era industri. Dengan dukungan IPTEK era informasi mampu mengubah pola kehidupan dan mempercepat pekerjaan. Kini orang harus siap menghadapi berbagai kemugkinan perubahan pada pekerjaan yang selama ini telahg ditekuni. Untuk itu penyesuaian diri terhadap perubahan selalu diperlukan dengan meningkatkan kecakapan hidup yang memadai sebagai bekal dalam berkehidupan bermasyarakat. 
Problem-problem sosial yang terjadi dimasyarakat dapat teratasi jika pesantren mampu mempersiapkan lulusanya sebagai generasi yang berkepribadian tangguh, memiliki kemandirian, keberanian dan kemampuan mencari alternatif dan memecahkan permasalahan hidup secara bertanggung jawab.
Pesantren dikatakan kalah bersaing jika tidak mampu melahirkan out put (santri) yang memiliki kompetensi dalam penguasaan ilmu maupun life skill (kecakapan hidup). Untuik itu, dibutuhkan peran dari pesantren untuk mewadahi dan membekali para santriwan dan santriwati dalam penguasaan keterampilan.


 






V.            METODE PENELITIAN
1.      Jenis dan Pendekatan Penelitian
Metode penelitian adalah cara atau jalan yang menyeluruh untuk mencari dan mengumpulkan data yang terkait dengan topik penelitian. Berdasarkan jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research), dimana untuk memperoleh data atau informasi yang berasal dari informan diperoleh secara lansung dengan cara peneliti terjun ke lapangan[24]. Sedangkan dilihat dari pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. dimana hasil data yang telah dianalisis bukan dalam bentuk angka statistik melainkan dinyatakan dalam fenomena. Desain penelitian seperti ini akan memberikan gambaran secara sistematis tentang informasi ilmiah yang berasal dari subjek atau objek penelitian. [25]
Penelitian deskriptif  berfokus pada penjelasan sistematis tentang fakta yang diperoleh saat penelitian dilakukan. Selanjutnya, data yang telah terkumpulkan Kemudian diolah, dianalisis dan dinarasikan sebagaimana layaknya laporan penelitian.[26]

2.      Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian dapat ditemukan dengan cara memilih informan untuk dijadikankey informan” dalam pengambilan data dilapangan. Dengan demikian subjek penelitian ini adalah Santri putra dan putri pesantren Roudlotul Mubtadi’in.
Sedangkan objek penelitian ini adalah pondok Pesantren Roudlotul Mubtadi’in yang beralamatkan di Dusun Balekambang Desa Gemiring lor RT 02 RW 07 Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara kode pos 59466.
3.      Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, analisis data,  menafsirkan data dan nenbuat kesimpulan atas temuannya[27]. Jadi yang menjadi alat dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, yang dituntut peka, aktif dan dapat menyesuaikan dengan situasi dilapangan
4.      Populasi dan Sampel
Populasi menurut danim diartikan sebagai universum, dimana universum dapat berupa orang, benda, atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti.[28] Sedangkan Malo mengemukakan bahwa dalam menentukan populasi, peneliiti harus mendefinisikanya dengan memilahnya menjadi empat katagori yakni isi, satuan, cakupan dan waktu. Dalam praktiknya, seorang peneliti jarang sekali melakukan penelitian terhadap keseluruhan populasi. Sejalan dengan itu, Ardhana mengatakan peneliti sebaiknya dimungkinkan untuk mengambil sampel yang lebih terbatas untuk menghemat waktu, usaha dan dana. Oleh karena itu populasi dalam penelitian ini  adalah sebagai berikut :
1.   Santri putra
2.   Santri putri
3.   Pengurus pesantren santri putra dan putri
4.   Ustazd
5.   Pengasuh pondok pesantren Roudlotul Mubtadi’in.

5.      Sumber Data
Setiap penelitian memerlukan data dalam memecahkan masalah yang dihadapi . data harus diperoleh dari sumber data yang tepat, agar data yang terkumpul relevan dengan masalah yang diteliti, sehingga tidak menimbulkan kekeliruan dalam penyusunan intepretasi dan kesimpulan. Sumber data dalam penelitian ini diperolah dari dua sumber data, meliputi:
1.   Sumber data primer
Merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara langsung dari informan. Data primer dalam penelitian ini berasal dari santri putra, santri putri, pengurus pondok dan pengasuh pondok pesantren Roudlotul Mubtadi’in.
Informan tersebut dipilih karena pertimbangan yang lebih tahu, paham dan mengerti akan proses, pelaksanaan, hambatan dan peluang dilaksanakanya motivasi untuk menumbuhkan jiwa entrepreneurship dan leadership

2.   Sumber data sekunder
Merupakan sumber data yang diperolah secara tidak langsung, data tersebut dapat berupa dokumen, arsip, buku-buku literatur, brosur dan media lainnya yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini

6.      Teknik Pengumpulan Data
Untuk mencapai hasil penelitian yang valid dan reliabel, maka harus sesuai dan bisa dipercaya kebenarannya serta menggunakan metode yang sesuai pula. Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Metode observasi
Merupakan cara pengumpulan data melalui proses pencataan perilaku subjek, objek, atau kejadian yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti.[29]

2.    Metode wawancara
Metode waawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang menggunakan instrumen berupa pertanyaan langsung kepada subjek penelitian secara lisan[30]. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik seperti ini dapat melalui catatan-catatan dilapangan ataupun direkam melalui penggunaan alat perekam
3.    Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan jalan mengambil keterangan secara tertulis dari tempat penelitian.[31] Metode ini dapat berupa catatan, transkrip, notulen, raport, agenda dan sebagainya. Data-data tersebut dapat berupa arsip-arsip yang berhubungan dengan kondisi pesantren Roudlotul Mubtadi’in

7.      Uji Keabsahan Data
Bagian ini memuat tentang uraian usaha peneliti untuk memperoleh keabsahan temuannya. Agar diperoleh temuan dan interpelasi yang absah, maka perlu diteliti kredibilitasnya dengan menggunakan teknik-teknik tertentu.
Peneliti akan menggunakan uji keabsahan data sebagaimana yang dikemukaan oleh soegiyono. Menurutnya, uji keabsahan data meliputi credibility (validitas interbal), transferability (validitas internal), dependability (reliabilitas), confirmability (objektivitas)
1.      Uji Kredibilitas
Bermacam-macam cara pengujian kredibilitas data, namun yang peneliti pilih digunakan sebagai cara untuk menguji kredibilitas data adalah:
a.       Perpanjangan pengamatan
Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian ini, peneliti akan menfokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data yang telah diperoleh itu setelah dicek kembali ke lapangan data sudah benar atau tidak, berubah atau tidak, bila setelah dicek kembali ke lapangan sudah benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan pengamatan dapat diakhiri

b.      Meningkatkan ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan meningkatkan ketekunan itu, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga dengan meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat memberikan deskripsi data akurat dan sistematis tentang apa yang diamati
c.       Menggunakan bahan referensi
Yang dimaksud dengan bahan referensi disini adalah adanya pendukung yang membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Dalam hal ini, peneliti akan melengkapi data-data yang dikemukakan dengan foto-foto atau dokumen autentik, sehingga lebih dapat dipercaya
d.      Mengadakan Member Check
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member check  adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.[32] Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsiranya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data
e.       Trianggulasi
Merupakan metode pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dalam hal ini trianggulasi yang digunakan peneliti adalah trianggulasi sumber dan trianggulasi teknik
1)      Trianggulasi sumber
Jenis trianggulasi ini berfungsi untuk menguji kredibilitas data melalui pengecekan data yang telah diperoleh dari beberapa sumber. Dalam penelitian ini untuk menguji kredibilitas data tentang peran pesantren dalam menumbuhkan jiwa entrepreneurship dan leadership maka pengumpulan dan pengujian data tang telah diperoleh dikonfirmasikan kepada santri, pengurus dan pengasuh pondok pesantren Roudlotul Mubtadi’in
2)      Trianggulasi teknik
Trianggulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan observasi, lalu di cek dengan wawancara dan dokumentasi. Bila dengan tiga teknk pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar.
2.      Uji Transferability
Uji Transferability ini perlu dilakukan supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti dalam membuat laporanya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian, maka pembaca menjadi lebih jelas atas hasil penelitian tersebut, sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya untuk mengaplikaksikan hasil penelitian tersebut ditempat lain. Jadi dalam penelitian ini peneliti harus bisa menguraikan proses dan implementasi kebijakan pesantren Roudlotul Mubtadi’in dalam rangka menumbuhkan jiwa entrepreneurship dan leadership.

3.      Uji Dependability
Dalam penelitian kualitatif, uji dependabilty dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Caranya adalah peneliti mulai menentukan masalah atau fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan harus dapat ditunjukan oleh peneliti.

4.      Uji Konfirmability
Menguji konfimability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmablity. Dalam penelitian ini jangan ada proses tidak ada, tetapi hasilnya ada.[33]

8.      Analisis Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuanya dapat diinformasikan kepada orang lain[34]
Miles  dan huberman (1984) dalam sugiyono mmenyatakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduuction, data display, dan conclution  drawing/verivication[35]
1.   Reduksi Data (data reduction)
Reduksi data dalam penelitian kualitatif dapat disejajarkan maknanya dengan istilah data pengelolaan data dalam penelitian kuantitatif. Ia mencakup kegiatan mengikhtiarkan hasil pengumpulan data selengkap mungkin dan memilah-milahkanya kedalam tema tertentu. Dalam hal ini peneliti akan menfokuskan penelitian pada peran pesantren Roudlotul Mubtadi’in dalam membangun jiwa entrepreneurship dan leadership.
2.   Penyajian Data (data display)
Penyajian data diartikan sebagai sekumpulan organisasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Karena penelitian yang akan dilakukan bersifat penelitian kualitatif, maka peneliti akan menyajikan data dengan teks yang bersifat naratif.

3.   Verifikasi Data (verivication)
Verifikasi data atau penarikan kesimpulan ini peneliti lakukan sejak pengumpilan data. Seorang penganalisis penelitian kualitatif dimulai dari mencari makna atau arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan proposisi.



[1] http://www.bps.go.id/?news=928 diakses 4 februari 2013.
[2] Nur Syam. Dkk, Manajemen Pesantren.Yogyakarta,  Pustaka Pesantren, 2005 hlm 3
[3]  M. Sulton Mashud, et. al., Manajemen Pondok Pesantren, Diva Pustaka, Jakarta, 2003 hlm. 67.
[4] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 2-cet. 4, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 374.
[5] Hendro, M.M, Dasar-Dasar kewirausahaan:Panduan Bagi Mahasiwa Untuk Mengenal, Memahami, dan Memasuki Dunia Bisnis, Erlangga, Jakarta, 2011 hlm 65.

[6] Poniman, Farid Dkk, Kubik Leadership: Solusi Esensial Meraih Sukses dan Hidup Mulia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2009 hlm 45

[7] Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren. Pendidikan Alternatif Masa Depan, Gema Insani Press, Jakarta 1997 hlm. 70.
[8] M. sulton Mashud, et. al., Manajemen Pondok Pesantren, Diva Pustaka, Jakarta, 2003, hlm. 45.
[9] M Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, CV Prasasti, Jakarta, 2003, hlm.  23.
[10] Hendro, M.M, Dasar-Dasar kewirausahaan:Panduan Bagi Mahasiwa Untuk Mengenal, Memahami, dan Memasuki Dunia Bisnis, Erlangga, Jakarta, 2011. Hlm. 29.
[11]  Ibid hlm. 30.
[12] Ibid hlm 48
[13] ibid hlm. 45.
[14] Ibid hlm. 58.
[15] Ibid hlm 187
[16] Ibid hlm 190
[17] Ibad, Muhammad N, Leadrship Secrets Of Gus Dur-Gus Miek, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2010 hlm. 18.
[18] Poniman, Farid Dkk, Kubik Leadership: Solusi Esensial Meraih Sukses dan Hidup Mulia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2009 hlm. 67.
[19] Antonio, Syafii, Muhammad SAW : The Super Leader Super Manager, Cet XXI. Tazkia Publishing dan ProLM Center, Jakarta 2009 hlm 67
[20] Curtis, Dan B. dkk, Komunikasi Bisnis dan Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2006 hlm 109
[21] Wattles, Wallace D, The Science Of Getting Rich : Seni Menjadi Kaya dan Bahagia Dengan Kekuatan Ide dan Pikiran, Best Media, Jakarta, 2010 hlm 56
[22] Ibid 58
[23] Masykur, W,  Pengantar Kewiraswastaan. Edisi 1 Cet. 2, BPFE, Yogyakarta, 200I hlm 17
[24] Rosady Ruslan, Metode Penelitian : Public Relation dan Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada Jakarta 2004 Hlm. 32.
[25] Sanusi, Anwar, Metode Penelitian Bisnis, Salemba Empat, Jakarta, 2011.
[26] Nazir, Moh, Metode Pendekatan, Ghalia Indonesia Jakarta, 1988 Hlm. 63.
[27] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2010 hlm. 306.
[28] Danim, Sudarwan, Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku:Acuan Bagi Mahasiswa Progam Sarjana dan Peneliti Pemula, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2004 hlm. 87.
[29] Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008 hl 143
[30] Ibid hlm 146
[31] Winarno Surahmat, Dasar-Dasar dan Tehnik Research, Tarsito, Bandung 1972, hlm. 132.
[32] Ibid hlm 76
[33] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2010 hlm 89
[34] Mohadjir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996, hlm. 146.
[35] Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Roesdakarya, Bandung, 1993, hlm, 91-99.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar