PROPOSAL SKRIPSI
NAMA
: AHMAD KHOIRUL BADAR
NIM
: 210 205
JURUSAN
: SYARI’AH/EI
JUDUL : ANALISIS PERAN PONDOK PESANTREN ROUDLOTUL MUBTADI’IN
DALAM MEMBANGUN JIWA ENTREPRENEURSHIP DAN LEADERSHIP
I.
Pendahuluan
1. Latar
Belakang Masalah
Jumlah penduduk Indonesia setiap
tahunnya mengalami pertumbuhan. Dampak yang ditimbulkan dari bertambahnya
penduduk tersebut tidak hanya berkisar pada penambahan kebutuhan dasar manusia,
akan tetapi berakibat pula terhadap meningkatnya berbagai macam kebutuhan lain
yang mendorong terjadinya kelangkaan berbagai macam kebutuhan dipasaran.
Kebutuhan akan pangan, papan, dan lapangan pekerjaan yang harus terpenuhi,
menuntut kreativitas dan kerja keras dari setiap individu untuk berusaha
mencukupi kebutuhan hidupnya.
Untuk mendapatkan pekerjaaan
setiap tahunnya tidak kurang dari ratusan bahkan ribuan orang saling bersaing
untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Beberapa penyebab munculnya
fenomena tersebut adalah keinginan untuk menjadi pegawai, sifat malas, belum
siap pakai, sikap mental yang kurang baik, tidak percaya diri, dan kurangnya
motifasi pribadi untuk menjadi seorang wirausahawan.
Merujuk data yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di
Indonesia pada bulan Agustus 2012 mencapai 6,14% dari total penduduk indonesia.[1],
artinya lebih dari 7,24 juta orang tidak mendapatkan pekerjaan. Jumlah tersebut diperkirakan akan mengalami
kenaikan setiap tahunya apabila pemerintah tidak
menyediakan lapangan kerja.
Keberadaan pesantren sebagai
agen pengembangan masyarakat, sangat diharapkan mempersiapkan sejumlah konsep
pengembangan sumber daya manusia, baik untuk peningkatan kualitas pondok
pesantren maupun peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.[2]
Di era globalisasi dengan persaingan
yang terlalu ketat dewasa ini, pesantren harus membangun sumber daya manusia, tidak cukup dengan membangun satu aspek
jiwa spiritual saja melainkan diperlukan pula berbagai pengetahuan dan
ketrampilan (skill) yang selama ini
masih kurang mampu dipenuhi oleh pondok pesantren.
Perlunya
pengembangan pesantren diharapkan bisa
berperan sebagai basis pembangunan wilayah yang taktis dan strategis. Taktis
dalam hal ini, pesantren mampu memainkan peran dalam membentuk konsep
perekonomian kerakyatan. Strategis, pesantren merupakan satu-satunya aset
pendidikan yang menggodok generasi bangsa. Pesantren mesti menghasilkan generasi
muda yang piawai di bidang ekonomi mandiri yang mengarah pada
kewirausahaan.
Melahirkan
pengusaha yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual adalah
respons lembaga pendidikan agama seperti pesantren. Jika ini terwujud, maka
pesantren akan kembali menjadi alat untuk memberdayakan ekonomi masyarakat,
membebaskan rakyat dari keterbelengguan.
Selain
persoalan keagamaan, peran pesantren mesti dikontekstualisasikan ke dalam
penanggulangan masalah perekonomian Di era globalisasi dengan persaingan
yang terlalu ketat dewasa ini, pesantren harus membangun sumber daya manusia, tidak cukup dengan membangun satu
aspek jiwa spiritual saja melainkan diperlukan pula berbagai pengetahuan dan
ketrampilan (skill) yang selama ini
masih kurang mampu dipenuhi oleh pondok pesantren.
Berbagai faktor seperti masih
tertutupnya para kyai untuk menerima bantuan dan kurangnya sarana prasarana
mengakibatkan banyak alumni atau lulusan dari pondok pesantren tidak dapat
bersaing dalam kehidupan yang semakin kompetitif, karena kurang memiliki
ketrampilan (skill) yang justru merupakan tuntutan dan kebutuhan pasar dewasa
ini.
Adanya pengembangan lifekill yang ada pesantren lambat laun akan memunculkan kemandirian
pesantren, yang dalam hal ini bisa dilihat juga dari segi pengelolaan,
manajemen, maupun adanya kegiatan yang bersifat ekstra seperti pelajaran
menjahit, beternak, maupun bercocok tanam dan lain sebagainya. Apabila dimaknai lebih dalam, kegiatan-kegiatan
diatas dapat memberikan nilai pendidikan lebih yaitu pendidikan life skill
bagi santri[3].
Pesantren mempunyai peran yang
sangat menentukan tidak hanya bagi perkembangan suatu bangsa. Pesantren yang
mampu mendukung pembangunan nasional
yakni pesantren yang mampu
mengembangkan potensi para santrinya, sehingga mampu menghadapi dan memecahkan
problem kehidupan sosial. Selama ini berkembang anggapan
bahwa pondok pesantren cenderung tidak dinamis dan tertutup terhadap segala
perubahan atau medernisasi. Anggapan ini pula yang menyebabkan lembaga
pendidikan pondok pesantren (terutama yang tidak memiliki Madrasah)
diidentikkan dengan tradisionalisme, dan tidak sejalan dengan proses
modernisasi. Akibatnya, perhatian pada pengembangan pondok pesantren lebih
dilihat dalam perspektif kesediaannya menjadi lembaga pendidikan agama
Mengantisipasi hal tersebut, maka
pengembangan SDM mutlak menjadi kewajiban, utamanya di daerah yang menjadikan
pesantren sebagai basis masyarakat. Pengembangan pesantren dengan konsep yang
jelas mutlak dilakukan. Pesantren tidak hanya dijadikan sebagai tempat menimba
ilmu saja, tetapi pesantren dapat menjadi lumbung yang berkualitas.
Pengembangan semangat entrepreneurship dan leadership berbasis pesantren merupakan salah satu cara bagi
pesantren dibidang pengembangan sumber daya santri. Adanya
dorongan dan motivasi dari pihak pesantren akan melahirkan generasi santri yang
memiliki jiwa entrepreneurship dan leadership yang nantinta tidak hanya berguna
bagi pribadi tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi perekonomian negara.
Pesantren roudlotul mubtadi’in merupakan salah satu pesantren di Jepara
bermetamorfosis dari pesantren tradisional menjadi menjadi pesantren modern.
Pesantren tersebut mengembangkan diri tidak hanya dalam kurikulum saja tetapi
juga memiliki bisnis berbasis pesantren. Untuk itu dari latar belakang diatas,
peneliti ingin mengkaji lebih dalam tentang
entrepreneurship dan leadership berbasis pesantren dengan
judul : Analisis Peran Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadi’in Dalam Membangun
Jiwa Entrepreneurship dan Leadership”
2. Penegasan
Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman
tentang pengertian judul di atas, maka penulis memberikan penjelasan sebagai
berikut:
1.
Analisis
Merupakan penyelidikan terhadap sesuatu
peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya.[4] Yang dimaksud dengan analisis di sini adalah
penyelidikan terhadap peran pesantren dalam menumbuhkembangkan jiwa entrepreneurship dan leadership.
2. Pondok
pesantren
Merupakan sebauah lembaga pendidikan Islam untuk mempelajari,
memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku
sehari-hari yang didalamnya terdapat elemen-elemen seperti pondok, masjid, Kyai (pimpinan/guru) dan
pengajaran kitab-kitab klasik
3.
Entrepreurship
Merupakan suatu usaha yang
kreatif yang membangun suatu value dari yang belum ada menjadi ada dan
bisa dinikmati oleh orang banyak[5]
4.
Leaedership
Adalah kemampuan mendorong sejumlah
orang agar bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah pada
tujuan bersama. Struktur organisasi adalah kerangka atau susunan unit atau
satuan kerja atau fungsi-fungsi yang dijabarkan dari tugas atau kegiatan pokok
suatu organisasi, dalam usaha mencapai tujuannya[6]
3. Fokus
Penelitian
Mengingat
luasnya ruang lingkup peran pesantren dalam menumbuhkan jiwa entrepreneursip
dan leadership, maka untuk menghindari bias makna, maka penulis akan
membatasi ruang lingkup penelitian yang akan dibahas sebagai berikut:
1.
Peran
pesantren yang dimaksud adalah keterlibatan pesantren dalam memberdayakan para santri
dalam membangun jiwa entrepreneurship
dan leadership
2.
Penelitian
ini dilakukan pada pondok pesantren
Rouudlotul Mubtadi’in Balekambang Nalumsari Jepara
4. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latarbelakang diatas maka penulis
menyusun rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana konsep entrepreneurship
dan leadership di pesantren Roudlotul Mubtadi’in?
b. Bagaimana metode yang digunakan
pesantren Roudlotul Mubtadi’in dalam membangun jiwa entrepreneurship dan
leadersip?
c. Bagaimana peran pesantren
Roudlotul Mubtadi’in dalam membangun jiwa entrepreneurship dan
leaderhsip?
5. Tujuan
Penelitian
Tujuan dari penelitiaan ini adalah sebagai
berikut:
a.
Untuk memperoleh gambaran konkrit berkenaan
dengan konsep entrepreneurship dan leadership yang ada di pondok
pesantren Roudlotul Mubtadi’in
b.
Untuk mengetahui metode yang dilakukan
pesantren Roudlotul Mubtadi’in dalam
menumbuhkan jiwa entrepreneurship dan leadership para santri
c.
Untuk mengetahui peran pesantren Roudlotul
Mubtadi’in dalam membangun jiwa entrepreneurship
dan leadership
6. Manfaat
Penelitian
a. Manfaat teoritis
1) Bagi ilmu pengetahuan
Penelitian ini semoga dapat memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan tentang
konsep menumbuhkembangkan jiwa entrepreneurship dan leadership
yang berbasis pesantren.
2) Bagi lembaga
Sebagai bahan masukan dalam rangka merumuskan dan
mengembangkan progam pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren.
3) Bagi masyarakat
Diharapkan memberikan gambaran dan pemahaman kepada
masyarakat tentang entreprtenurshipp dan leadership berbasis pesantren
b. Manfaat praktis
1)
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat berupa pengetahuan yang lebih jelas kepada masyarakat dan
lembaga tentang konsep pengembangan jiwa entrepreneurship dan leadership
berbasis pesantren
2)
Jika permasalahan kedua mengenai bagaimana
metode yang digunakan pesantren Roudlotul Mubtadi’in dalam membangun jiwa entrepreneurship
dan leadersip, maka manfaatnya adalah memberikan pengetahuan lebih mendalam
mengenai cara atau metode yang di lakukan oleh psantren rouddlotul mubtadiin
dalam membangun jiwa entrepreneurship dan leadership
3)
Akan memberikan manfaat pengetahuan berupa
gambaran kepada masyarakat maupun lembaga akan peran pesantren dalam proses
menumbuhkembangkan jiwa entrepreneurship dan leadership di pesantren
Roudlotul Mubtadi’in
II.
KAJIAN PUSTAKA
a. Pengertian
dan Ruang Lingkup Pondok Pesantren
Pesantren berasal dari dari
kata santri yang diawali awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti menunjukan
tempat, artinya adalah tempat para santri. Menurut geertz dalam wahjoetomo
disebutkan pesantren berasal dari bahasa India shastri yang berarti imuwan hindu yang pandai menulis. Prof. John berpendapat bahwa
kata pesantren berasal dari terma “santri” yang diderivasi dari bahasa
Tamil yang berarti guru mengaji. Sementara itu C.C. Berg berpendapat bahwa kata
santri berasal dari bahasa India “shastri” yang berarti orang yang
memiliki pengetahuan tentang buku-buku suci (kitab suci). Berbeda dengan
keduanya, Robson berpendapat bahwa kata santri berasal dari bahasa Tamil “sattiri”
yang berarti orang yang tinggal di sebuah rumah gubuk atau bangunan keagamaan
secara umum.[7]
Di indonesia istilah pesantren
lebih populer dengan sebutan pondok pesantren, lain halnya dengan pesantren, pondok
berasal dari bahasa arab funduk yang berarti hotel asrama, rumah, tempat tinggal sederhana. Pesantren itu
terdiri dari lima elemen pokok. Meliputi:
a.
Kyai
Mempunyai
peran yang sangat penting, ibarat jantung bagi kehidupan masyarakat santri.
Kyai juga dikatakan tokoh non formal yang ucapan dan seluruh perilakunya akan
dicontoh oleh komunitas disekitarnya. Salah satu unsur dominan dalam kehidupan
sebuah pesantren, kyai mengatur irama perkembangan dan kelangsungan kehidupan
suatu pesantren denan keahlian kedalaman ilmu, kharismatik dan keterampilanya.
Sehingga tidak jarang sebuah pesantren tanpa memilki manajemen pendidikan yang
rapi
Pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan non formal yang khusus mempelajari
pendidikan agama islam dengan metode pembelajaran tradisional dengan
mengandalkan kepemimpinan seorang kyai untuk membawa siswa atau peserta didik
kearah yang lebih baik yakni alim dalam ilmu agama dan tegaknya ajaran islam.
Sehubungan dengan keberadaan lembaga tersebut, pastilah pondok pesantren
mempunyai ciri-ciri yang menunjukan keberadaannya, adapun ciri-cirinya adalah
sebagai berikut:
1)
Adanya hubungan
yang akrab antara santri dengan kyai
2)
Kepatuhan pada kyai
3)
Hidup hemat dan
sederhana benar-benar diwujudkan dilingkungan pesantren
4)
Kemandirian amat
terasa dipesantren
5)
Jiwa tolong
menolong dan suasana persaudaraan (ukhuwah
islamiyah sangat mewarnai pergaulan dipesantren)
6)
Disiplin sangat
dianjurkan
7)
Keprihatinan untuk
mencapai tujuan yang mulia
b.
Santri
Secara
generik santri dipesantren dapat dikelompokan pada dua kelompok besar: santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah
santri yang datang dari tempat yang jauh sehingga ia tinggal dan menetap
dipondok (asrama) pesantren. Sedangkan santri kalong adalah para santri yang berasal dari wilayah sekitar
pesantren sehingga mereka tidak memerlukan tempat tinggal dan menetap dipondok.
Santri
mukim bisa juga disebut santri menetap, tinggal bersama kyai dan secara aktif
menuntut ilmu dari seorang kyai. Dapat juga secara langsung sebagai pengurus
pesantren yang ikut bertanggung jawab atas keberadaan santri lain. Setiap
santri yang mukim telah lama menetap dalam pesantren secara tidak langsung
bertindak sebagai wakil kyai.[9]
Ada dua
latar belakang seorang santri menetap sebagai santri mukim, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1)
Motif menuntut ilmu
artnya santri itu datang dengan maksud menuntut ilmu dari kyainya
2)
Motif menjunjung
tinggi akhlak, seorang santri belajar secara tidak langsung agar santri
tersebut setelah dipesantren akan memilki akhlak yang terpuji sesuai dengan
akhlak kyainya
c.
Masjid
Elemen
penting lainya dalam pesantren adalah adanya masjid sebagai tempat yang paling
tepat untuk mendidik para santri baik untuk pelaksanaan sholat lima waktu,
sholat jum’at, khotbah maupun untuk pengajaran kitab-kitab kuning. Kedudukan
masjid sebagai pusat pendidikan ini merupakan manifestasi universal dari sistem
pendidikan islam sebagamana yang dilakukan rasulullah, sahabat dan orang-orang
sesudahnya.
Tradisi
yang dilakukan rasulullah ini terus dilestarikan oleh kalangan pesantren. Para
kyai selalu mengajar murid-muridnya dimasjid. Mereka menganggap masjid sebagai
tempat paling terpat untuk menanamkan nilai-nilai kepada para santri, terutama
ketaatan dan kedisiplinan. Penanaman sikap disiplin kepada para santri
dilakukan melalui kegiatan shalat berjamaah setiap waktu dimasjid, bangun pagi serta
yang lainya. Oleh karena itu masjid merupakan bangunan yang pertama kali
dibangun sebelum didirikanya sebuah pondok pesantren.
d.
Pondok
Sebuah
pesantren pada dasarnya adalah suatu lembaga pendidikan yang menyediakan asrama
atau pondok (pemondokan) sebagai tempat tinggal bersama sekaligus tempat
belajar para santri dibawah bimbingan kyai. Asrama untuk para santri ini berada
dalam lingkungan komplek pesantren dimana kyai beserta keluarganya bertempat
tinggal serta adanya masjid sebagai tempat beribadah dan tempat untuk mengaji
bagi para santri. Pada pesantren yang teklah maju, biasanya memiliki komplek
tersendiri yang dikelilingi oleh pagar pembatas untuk dapat mengawasi keluar
masuknya para santri serta untuk memisahkan dengan lingkungan sekitar. Didalam komplek
itu diadakan pemisahan secara jelas antara perumahan kyai dan keluarganya
dengan asrama santri, baik putra maupun putri.
Pondok
yang merupakan asrama bagi para santri merupakan ciri spesifik sebuah pesantren
yang membedakanya dengan sistem pendidikan suatu daerah Minangkabau. Dalam
pembangunan pesantren, paling tidak terdapat empat alasan untuk para santrinya:
Pertama,
ketertarikan santri-santri untuk belajar kepada seorang kyai karena kemasyuran
atau kedalaman serta keluasan ilmunya yang mengharuskanya untuk menetap
dikediaman kyai itu.
Kedua,
kebanyakan pesantren adalah tumbuh dan berkembang di daerah jauh dari keramaian
pemukiman penduduk sehingga tidak terdapat perumahan yang cukup memadai untuk
menampung para santri dalam jumlah banyak
Ketiga,
terdapat sikap timbal balik antara kyai dan satri yang berupa terciptanya
hubungan kekerabatan seperti hubungan ayah dan anak. Sikap timbal balik ini
menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan secara terus
menerus dalam jangka waktu yang lama
Keempat,
untuk memudahkan dalam pengawasan dan pembinaan kepada para santri secara
intensif dan istiqomah, hal ini dapat dimungkinkan jika tempat tinggal antara
guru dan murid berada dalam satu lingkungan yang sama,
e.
Pengajaran
kitab-kitab islam
Tujuan
utama dari pengajaran kitab kuning adalah untuk mendidik calon-calon ulama.
Sedangkan bagi para santri yang hanya waktu singkat tinggal dipesantren maka
tidak bercita-cita menjadi ulama akan tetapi bertujuan untuk mencari pengalaman
dalam hal pendalaman keagamaan.
f.
Sarana dan Prasarana Pesantren
Sarana
dan prasarana dalam hal ini merujuk kepada pengertian yang dibuat dalam
ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman khususnya
Pasal 1 ayat (5 dan 6), yang menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan Prasarana lingkungan"
adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan pengertian sarana sarana lingkungan
adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.
Merujuk pada defenisi di atas, maka yang
dimaksud dengan sarana dan prasaran pondok pesantren adalah kelengkapan dasar
fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan pesantren dalam
kegiatan pendidikan. Pengertian ini lebih bersifat praktis yang menyangkut sarana
dan prasarana yang pokok-pokok saja yang dimiliki oleh setiap pesantren. Namun demikian
atara pondok pesantren yang satu dengan lainnya penyediaan sarana dan
prasarananya berbeda-beda sesuai dengan jenis dan kapasitas yang dimilikinya.
Menurut
Syafruddin Amir, dalam kenyataannya di lapangan sarana dan prasarana. penunjang
pesantren secara umum yang terlihat masih kurang memadai. Bukan saja dari segi infrastruktur
bangunan yang harus segera di benahi, melainkan terdapat pula yang masih kekurangan
ruangan pondok (asrama) sebagai tempat menetapnya santri. Selain itu, kebutuhan
penataan dan pengadaan infrastruktur pondok pesantren telah berimplikasi terhadap
munculnya anggapan misalnya dalam bidang kesehatan bahwa pesantren adalah
komunitas yang tidak sehat. Sekalipun perilaku hidup sehat mulai disadari oleh
sebagian besar pondok pesantren. Namun, hal itu masih perlu lebih banyak
dorongan, khususnya pondok-pondok pesantren kecil yang memiliki pendanaan
minim.
g.
Kebutuhan Pondok Pesantren
Kebutuhan
dalam penelitian ini terutama dimaksudkan sebagai kebutuhan pokok atau dasar
dari komunitas pondok pesantren (kiai, keluaraga kiai, ustadz dan santri).
Kebutuhan pokok tersebut mencakup kebutuhan akan pangan, sandang, papan,
layanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Sebagai satu
kesatuan tempat pemukiman, pondok pesantren juga membutuhkan: (a) prasarana
lingkungan seperti jalan, saluran air limbah dan saluran hujan; (b) utilitas
umum seperti jaringan listrik, gas, air bersih, telepon, pembuangan sampah dan
pemadam kebakaran; dan (c) fasilitas sosial yang merupakan kelengkapan
lingkungan seperti layanan kesehatan, pelayanan umum, olah raga, lapangan terbuka
dan fasilitas umum lainnya.
b. Entreprenurship (Kewirausahaan)
1) Pengertian
Entrepreneurship
Dari segi bahasa, Kewirausahaan merupakan pendanaan kata
dari entrepreneurship dalam bahasa inggris, Unternehmer dalam
bahasa jerman, ondernemen dalam bahasa belanda dan entrepreneur
dalam bahasa perancis yang berarti petualang, pengambil resiko, kontraktor,
pengusaha dan pencipta yang menjual hasil ciptaanya[10]. Dilihat dari definisinya banyak pakar telah
mendefinisikan tentang entrepreneurship seperti Peggy A. Lambing &
Charles R. Kuehl, yang dikutip oleh Hendro mengemukakan entrepreneursip
merupakan suatu usaha yang kreatif yang membangun suatu value dari yang
belum ada menjadi ada dan bisa dinikmati oleh orang banyak.[11]
Menurut Suryana dalam Hendro, entrepreneurship
adalah suatu kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan
sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Selanjutnya, Hisrich, Peters,
dan Sheperd yang dikutip oleh Hendro mendifinisikan entrepreneurship
sebagai proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan waktu dan
upaya yang diperlukan, menanggung risiko keuangan, fisik, serta risiko sosial
yang mengiringi, menerima imbalan moneter yang dihasilkan, sertra kepuasan dan
kebebasan pribadi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia entrepreneur merupakan
orang yang pandai atau berbakat mengenai produk baru meyusun operasi untuk
pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
Raymond Kao dalam buku berjudul Defining
Entrepreneurship menyatakan bahwa entrepreneur adalah orang yang
menciptakan kemakmuran dan proses peningkatan nilai tambah melalui inkubasi
gagasan, memadukan sumber daya dan membuat gagasan menjadi kenyataan, dan entrepreneurship
(kewirausahaan) adalah suatu proses melakukan sesuatu yang baru dan berbeda
dengan tujuan menciptakan kemakmuran Bagi individu dan memberi nilai tambah
pada masyarakat.[12]
Mengacu dari Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan
Pengusahan Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, disebutkan bahwa: Wirausaha adalah
orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan.
Dari definisi di atas dapat dicatat beberapa hal penting yang dimaksud
kewirausahaan sebagai berikut:
1)
Harus ada usaha atau kegiatan untuk melakukan
sesuatu.
2)
Menciptakan nilai yaitu nilai baru yang
menyebabkan apa yang dihasilkan dapat mempunyai nilai tambah di pasar dan
mempunyai keunggulan.
3)
Adanya peluang bisnis. Yaitu kemampuan dan
kecepatan di dalam mengidentifikasi adanya peluang bisnis.
4)
Mengambil risiko. Bahwa di dalam konsep
kewirausahaan seorang wirausaha berani dan mau mengambil risiko dan dari risiko
tadi keuntungan dapat diperoleh.
5)
Mempunyai ketrampilan atau keahlian manajemen
dan komunikasi. Ini artinya dengan mengadopsi konsepsi kewirausahaan seseorang
dituntut untuk memiliki keahlian atau ketrampilan di dalam mengelola suatu
kegiatan organisasi dan kemampuan berkomunikasi.
6)
Kemampuan di dalam memobilisasi berbagai
potensi yang ada dan yang dibutuhkan oleh seorang pengusaha seperti faktor
sumber daya manusia, keuangan dan berbagai sumber daya yang dibutuhkan agar
suatu kegiatan usaha dapat terlaksana dan berhasil.
Sedangkan definisi dari Rhenald Kasali entrepreneur
adalah seseorang yang menyukai perubahan, melakukan berbagai temuan yang
membedakan dirinya dengan orang lain, menciptakan nilai tambah, memberikan
manfaat bagi dirinya dan orang lain,
karyanya dibangun berkelanjutan (bukan ledakan sesaat) dan dilembagakan agar
kelak dapat bekerja dengan efektif di tangan orang lain. Renald kasali
memberikan lima ciri yang melekat pada entrepreneur unggulan yaitu: [13]
1)
Berani mengambil risiko
2)
Menyukai tantangan
3)
Punya daya tahan tinggi
4)
Punya visi jauh ke depan
5)
Selalu berusaha memberikan yang terbaik.
2) Karakteristik
Pribadi Wirausaha
Sifat kepribadian seorang enterpreeneur dipelajari untuk
mengetahui karakteristik perorangan yang membedakan seorang wirausaha dan bukan
wirausaha. David McCleland mengindikasikan ada korelasi positif antara
tingkah Iaku orang yang mcmiliki motif prestasi tinggi dengan tingkah laku
wirausaha. Karakteristik orang-orang yang mempunyai motif prestasi tinggi
adalah: [14]
1) Memilih resiko "moderate"
Dalam tindakannya dia memilih melakukan sesuatu yang ada tantangannya,
namun dengan cukup kemungkinan untuk berhasil.
2) Mengambil tanggung jawab pribadi
atas perbuatan-perbuatan. Artinya kecil sekali kecenderungan untuk mencari "lrambing
hit am" atas kegagalan atau kesalahan yang dilakukannya.
3)
Mencari umpan balik (feed back) tentang
perbuatan-perbuatannya. Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru.
3) Membangun
Jiwa Entrepreneursip
Jiwa atau semangat harus dimiliki seorang wirausaha agar
usahanya lancar. Bisnis yang disertai dan didasari oleh jiwa wirausaha,
orientasinya akan lebih bernilai dalam mencapai keberhasilan. Untuk membangun
jiwa wirausaha dapat dilakukan dengan cara mempelajari makna kewirausahaan dan
berusaha memiliki karakteristik entreprenurship. dalam konteks bisnis,
kewirausahaan pada dasarnya merupakan jiwa dari seseorang yang diekspresikan
melalui sikap dan perilaku yang kreatif dan inovatif untuk melakukan suatu
kegiatan.
Adapun orang yang memiliki jiwa tersebut tentu saja dapat
melakukan kegiatan kewirausahaan atau menjadi pelaku kewirausahaan atau lebih
dikenal dengan sebutan wirausaha (entrepreneur). Sebaliknya, yang tidak
memiliki jiwa demikian tentu tidak bisa disebut sebagai wirausaha meskipun
melakukan kegiatan bisnis.
4) Hal
yang harus diketahui dan dimiliki oleh santri entrepreneur
Dalam prakteknya, seorang santri entrepreneur harus mengetahui dan
memiliki beberapa sifat-sifat berikut:
a. Pemahaman Pasar
Dahulu
orang mengartikan pasar sebagai tempat pertemuan antara penjual dengan pembeli
untuk melaksanakan transaksi jual beli. Seiring dengan perkembangan pasar, kini
orang mengartikan pasar tidak harus ada "tempat". Yang penting ada
penjual dan pembeli kemudian terjadi transaksi jual beli. Transaksi
jual-beli dapat saja terjadi seperti melalui telepon atau alat komunikasi lain tanpa
harus bertemu muka secara langsung pada satu tempat tertenlo.
Bila
pada masa lalu orang lebih banyak mendahulukan penciptaan produk kemudian baru
berpikir bagaimana cara menjualnya (disebut konsep penjualan). Pada masa sekarang
cenderung bertolak belakang. Orang cenderung .Iebih mendahulukan pemahaman tentang
pasar seperti: apa yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen, bagaimana kemampuan
konsumen, dan lainlain, dan kemudian diciptakan produk yang sesuai dengan·
kebulohan dan keinginan dengan harga terjangkau.
b. Rasa Percaya Diri
Rasa
percaya diri yang tinggi merupakan modal utama agar seseorang berani bertindak diiringi
dengan pertimbangan yang matang. Namun demikian rasa percaya diri tidak boleh
berlebihan karena dapat mengakibatkan kesombongan yang pada akhimya dapat
membawa usaha pada kegagalan
c. Jaringan
Jaringan
yang dimiliki oleh wiraswastawan dapat berupa individu, kelompok atau
organisasi, dan sebagainya yang kita kenai dan terbina hubungan baik sehingga
dapat memberi peluang bagi pemasaran produk. Jaringan dapat menjadi konsumen
akhir dan dapat pula sebagai perantara pemasaran produk.
d. Wawasan
Seorang
santri entrepreneur harus mempunyai wawasan yang luas dalam hubungan dengan dunia
bisnisnya. Dengan wawasan luas, seorang wirausahawan akan mampu· menganalisis berbagai
peluang, tantangan, dan resiko yang bakal timbul.
c. Leadership (Kepemimpinan)
1) Pengertian
Leadership
Berbagai aktivitas yang ada
dalam pengembangan usaha tidak terlepas dari arahan atau kontrol dari seorang
pemimpin, pemimpin bertanggung jawab terhadap apa yang telah didelegasikan Terdapat berbagai teori tentang kepemimpinan
yang dikembangkan oleh para cendekiawan. Leadership
atau Kepemimpinan adalah salah satu faktor penting untuk mencapai sukses
melalui kerja kelompok, karena tanpa kepemimpinan yang efektif anggota kelompok
cenderung tidak memiliki arah, tidak puas, dan kurang termotivasi.
Hill dan Caroll berpendapat bahwa, kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan mendorong sejumlah orang agar
bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah pada tujuan bersama. Sementara itu menurut
A.M. Kadarman, Sj dan Jusuf Udaya kepemimpinan didefinisikan sebagai seni atau
proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha
untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai kelompok.[15]
Menurut Kae H. Chung dan Leon C Megginson kepemimpinan merupakan kesanggupan
mempengaruhi prilaku orang lain dalam suatu arah tertentu.
Sedangkan menurut Edwin A. Fleishman kepemimpinan
diartikan suatu usaha mempengaruhi orang
antar perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi untuk mencapai satu
atau beberapa tujuan. Dari rumusan-rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk
tercapainya suatu tujuan tertentu.
Struktur organisasi adalah kerangka atau susunan unit atau satuan kerja
atau fungsi-fungsi yang dijabarkan dari tugas atau kegiatan pokok suatu organisasi, dalam usaha mencapai tujuannya. Setiap unit mempunyai posisi
masing-masing, sehingga ada unit yang berbeda jenjang atau tingkatannya dan ada
pula yang sama jenjang atau tingkatannya antara yang satu dengan yang lain.
Kepemimpinan akan berlangsung efektif bilamana mampu memenuhi fungsinya, meskipun dalam
kenyataannya tidak semua tipe kepemimpinan memberikan peluang yang sama untuk mewujudkannya.[16]
Dalam hubungan itu sulit untuk dibantah bahwa setiap proses kepemimpinan juga akan menghasilkan situasi sosial yang berlangsung
di dalam kelompok atau organisasi masing-masing.
Untuk itu, setiap pemimpin harus mampu
menganalisa situasi sosial kelompok atau organisasinya yang dapat dimanfaatkan dalam mewujudkan fungsi kepemimpinan dengan kerja
sama dan bantuan orang-orang yang dipimpinnya.
2) Fungsi
Kepemimpinan
Seorang pemimpin harus memiliki empat fungsi
kepemimpinan, menurut Stephen Covey yang dikutip Antonio membagi fungsi
kepemimpinan menjadi empat yakni sebagai perintis, (pathfinding), penyelaras (aligning),
pemberdaya (empowering), dan panutan
(modeling)
Gb. 2. 1.
Fungsi kepemimpinan Stephen Covey
Fungsi perintis (pathfinding) mengungkapkan bagaimana upaya pemimpin memahami dan
memenuhi kebutuhan utama para stakeholder-nya, misi dan nilai-nilai yang
dianutnya, serta yang berkaitan dengan visi dan strategi, yaitu kemana
perusahaan akan dibawa dan bagaimana caranya agar sampai kesana
Fungsi penyelaras (aligning) berkaitan dengan bagaimana pemimpin menyelaraskan
keseluruhan sistem dalam organisasi perusahaan agar mampu bekerja dan saling
sinergis, sang pemimpin harus memahami betul apa saja bagian- bagian dalam sistem
organisasi perusahaan. Kemudian ia menyelaraskan bagian-bagian tersebut agar
sesuai dengan strategi untuk mencapai visi yang telah digariskan
Fungsi pemberdayaan (empowering) berhubungan dengan upaya untuk menumbuhkan lingkungan
agar setiap orang dalam organisasi perusahaan mampu melakukan yang terbaik dan
selalu mempunyai komitmen yang kuat (committed).
Seorang pemimpin harus memahami sifat tugas yang diembanya. Ia juga harus
mengerti dan mendelegasikan seberapa besar tanggung jawab dan otoritas yang
harus dimiliki oleh subjek yang dipimpinya.
Fungsi panutan (modeling) mengungkap bagaimana agar pemimpin dapat menjadi panutan
bagi para bawahannya atas sikap, perilaku, tutur kata dan keputusan-keputusan
yang telah diambil
3) Karakteristik dan Model kepemimpinan
Setiap manusia selalu memiliki pemimpin, baik pemimpin keluarga, pemimpin
politik, pemimpin pergerakan sosial, pemimpin agama, pemimpin, negara, maupun
pemimpin dunia tergantung dengan cakupan wulayah masing-masing. Kepemimpinan Menurut ibad terbagi menjadi dua yaitu:
1)
Kepemimpinnan Visioner
Visi memiliki arti kemampuuan untuk melihat inti persoalan, pandangan,
wawasan, apa yang tampak dalam khayal, penglihatan, dan pengamatan. Visi
meliibatkan logikadan intuisi, pikiran, dan perasaan, pengalaman masa lampau dan kemungkinanmasa depan, serta
hal-hal yang rasional dan hal-hal yang tak mungkin (irrasional). Visi merupakan
alat yang digunakan setiap orang untuk menciptakan sesuatu. Secara umum ada
tiga macam visi yag sering kali digunakan dalam kepemimpinan, seperti: [17]
a)
Visi tentang masa depan yang akan mungkin terjadi
b)
Visi masa depan yang diinginkan
c)
Visi masa depan yang baik atau yang hancur
Tingkat keberhasilan kepemimpinan visioner akan berbanding lurus dengan
tingkat kemampuan visionist dari sang pemimpin. Dengan kepemimpinan visioner
seorang pemimpin akan dapat mengarahkan tindakan, membuat kebijakan dalam
membuat suatu pilihan atau keputusan
2)
Kepemimpinan Passioner
Kepemimpinan passioner adalah kepemimpinan yang
mengandalkan kekuatan passi. Passi bisa diartikan sebagai cinta, motivasi, inspirasi,
dan perhatian. Kepemimpinan passioner dapat diartikan sebagai kepemimpinann
yang mampu menumbuhkan perasaan sang pemimpin dan perasaaan pengikutnya,
membuat perasaan itu menjadi energi
dari dalam jiwa, sehingga memberi daya kehidupan yang menyebabkan visi
terwujud. Oleh karena itu kepemimpinan passioner dapat menumbuhkan komitmen
bersama, sehingga membuat semua menjadi efektif.
a)
Kepemimpina partisipatif
Di antara karakteristik
kepemimpinan partisipatif adalah:
1)
Prosedur kepemimpinanya berdasarkan: konsultasi, pengambilan keputusan
bersama (musyawarah-mufakat) membagi peta kekuasaan, desentralisasi, dan
manajemen yang demokratis
2)
berbagai macam prosedur keputusan atau kebijakan yang diambil tersebut
memberikan pengaruh tertentu kepada orang lain, karena melibatkan orang-orang
yang dipimpinnya
b)
Kepemimpinan karismatik
Di antara karakteristik
kepemimpinan karismatik adalah:
1)
Biasanya terdapat pada pemimpin agama, politik, dan gerakan sosial.
2)
Memiliki kelebihan dan keutamaan karena anugerah tuhan, yaitu faktor bawaan
sejak lahir yang dapat menumbuhkan karisma
3)
Cenderung memiliki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan, rasa percaya diri,
pendirian dalam keyakinan dan cita-citanya
4)
Menumbuhkan kekuasaan sebagai motivasi dan wasilah untuk mempengaruhi
pengikutnya
5)
Memilki rasa percatya diri dan pendirian yang kuat, yang akan meningkatkan
besarnya rasa percaya diri para pengikutnya terhadap pertimbangn, pendapat,
keputusan dan kebijakan pemimpin tersebut
c)
Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional juga disebut transformatif, seperti yang
dikutip oleh Sulthon Masyhud dari Beare, kepemimpinan ini mempunyai ciri-ciri:
1)
Memiliki kapasitas, bekerjasama dengan orang lain untuk merumuskan visi
lembaga.
2)
Memilki jati diri (personal platform) yang mewarnai tindakan prilakunya.
3)
Mampu mengkomunikasikan dengan berbagai cara.
4)
Menampilkan banyak corak peran kepemimpinan secara teknis, humanistik,
edukatif, simbolik dan cultural.
5)
Mengikuti dan merespon trend dan isu, ancaman dan peluang.
6)
Memberdayakan staf dan komunitas dengan melibatkan mereka dalam proses
pembuatan keputusan.
Rahmad Al-Bajari menambahkan
karakteristik kepemimpinan transformasional adalah:[19]
1)
Mempunyai karisma yang telah diakui oleh pengikutnya.
2)
Menjadi sumber inspirasi bagi bawahanya dalam menciptakan etos kerja dan
kinerja yang baik.
3)
Mempunyai kepedulian dan empati terhadap bawahanya secara personal.
Fungsi kepemimpinan menurut Hill dan Caroll
memiliki dua dimensi sebagai berikut:[20]
1)
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas
pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
2)
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan
orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau
organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan
dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.
Kepemimpinan tidak
sekedar menggunakan kekuasaan dan menjalankan wewenang, tetapi melibatkan
pemberian nasihat, bimbingan, inspirasi,
dan motivasi. Para pemimpin membangun tim,
menciptakan kesatuan dan menyelesaikan perselisihan di tingkat kelompok dan
akhirnya pemimpin harus mampu membangun budaya dan menciptakan perubahan di
tingkat organisasi.
Menurut ahli perubahan organisasi John Kotter dalam
Kreitner & Kinicki transformasi organisasi
yang berhasil adalah 70% hingga 90% kepemimpinan dan 10% hingga 30% manajemen.
Kepemimpinan tidak terbatas pada orang-orang dalam posisi atau peran tertentu.
Setiap orang dari tingkat bawah sampai tingkat atas dari suatu organisasi dapat
menjadi seorang pemimpin. Para pemimpin juga memainkan peran kunci dalam
menciptakan suatu visi dan rencana strategis untuk suatu organisasi[21].
Dewasa ini kepemimpinan dipandang lebih sebagai cara
orang menggunakan sebaik mungkin kemampuannya dalam mengatur, memberi pengaruh, serta memperoleh
komitmen dari sebuah tim/kelompok terhadap sasaran kerjanya. Ada banyak gaya dan tipe
kepemimpinan, tetapi tidak mudah menentukan gaya dan tipe kepemimpinan yang paling
sesuai untuk satu kondisi tertentu, namun demikian apapun gaya kepemimpinan
yang diterapkan, seorang pemimpin harus mampu menjadi model bagi kelompoknya.
Pengaruh kepemimpinan yang buruk atas seluruh anggota kelompok sama besarnya
dengan pengaruh kepemimpinan yang baik. Seorang pemimpin jelas akan sangat
mempengaruhi keberhasilan kelompok dan ada dua hal yang sangat penting yang
tidak pernah dilakukan oleh pemimpin kelompok yang baik yaitu menyalahkan
anggota atau membiarkannya gagal dan mencari alasan untuk kegagalan kelompok.[22]
Dibutuhkan perhatian yang terus menerus dari pemimpin kelompok agar dapat
membangun komitmen dan rasa percaya diri, memperkuat keterampilan, mengelola
hubungan dengan pihak luar, menghilangkan rintangan, dan menjaga kekompakan
Keberhasilan kelompok
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kekompakan dalam bekerja,
motivasi berusaha, dan peran pemimpin kelompok (dalam hal ini ketua) yang dapat
mempengaruhi dan menggerakkan anggotanya untuk mencapai tujuan kelompok
Dalam kenyataannya pemimpin dapat mempengaruhi semangat
dan kegairahan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat
prestasi suatu organisasi. Para pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam
membantu kelompok, individu untuk mencapai tujuan. Ralph M. Stogdill
mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut: kepemimpinan manajerial adalah
proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas dari
anggota kelompok.
d. Motifasi
Motivasi berasal dari kata Latin ‘Movere’ yang
berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah pemberian daya penggerak
yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mau bekerjasama, bekerja
efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Menurut Kreitner & Kinicki , motivasi adalah proses
psikologis yang meningkatkan dan mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan.
Sementara menurut Siagian motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan
seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam
bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga, dan waktunya untuk menyelenggarakan
berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya
dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya. [23]
Berdasarkan pengertian tersebut terlihat bahwa motivasi
dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang sering dikenal dengan istilah
motivasi internal atau intrinsik dan dapat pula bersumber dari luar diri
seseorang yang dikenal dengan istilah motivasi eksternal atau ekstrinsik.
Mc.Clelland dalam Hasibuan mengemukakan pola motivasi
sebagai berikut:
a. Achievement
Motivation adalah suatu keinginan untuk mengatasi atau mengalahkan
suatu tantangan, untuk kemajuan, dan pertumbuhan;
b. Affiliation
Motivation adalah dorongan untuk melakukan hubungan-hubungan dengan
orang lain;
c. Competence
Motivation adalah dorongan untuk berprestasi baik dengan melakukan
pekerjaan yang bermutu tinggi; dan
d. Power
Motivation adalah dorongan untuk dapat mengendalikan suatu keadaan
dan adanya kecenderungan mengambil resiko dalam menghancurkan
rintangan-rintangan yang terjadi.
Menurut Siagian tiga komponen utama motivasi yaitu
kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Adapun ketiga komponen tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Kebutuhan timbul dari diri
seseorang apabila ia merasa ada ketidakseimbangan dalam dirinya antara apa yang
dimiliki dengan apa yang seyogyanya dimiliki baik dalam arti fisiologis maupun
psikologis;
b. Dorongan merupakan usaha pemenuhan
kekurangan secara terarah. Dorongan berorientasi pada tindakan tertentu yang
secara sadar dilakukan seseorang yang dapat bersumber dari dalam diri seseorang
maupun dari luar diri orang tersebut. Dorongan yang bersumber pada tindakan
itulah sebagai inti dari motivasi.
c. Tujuan adalah segala sesuatu yang
menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan. Mencapai tujuan berarti akan
mengurangi dorongan tertentu untuk berbuat sesuatu.
Mengacu pada tujuan pemberian motivasi, maka dapat
diterapkan pada kelompok yaitu:
1)
Mendorong gairah dan semangat kerja anggota
2)
Meningkatkan moral dan kepuasan kerja anggota
3)
Meningkatkan produktivitas kerja anggota
4)
Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang
baik
5)
Meningkatkan kreativitas anggota
6)
Meningkatkan kesejahteraan anggota.
Adapun alat motivasi dijelaskan sebagai
berikut
a)
Materiil Insentif
Yaitu alat motivasi yang diberikan
berupa uang dan atau barang yang mempunyai nilai pasar, jadi memberikan
kebutuhan ekonomis.
b)
Non Materiil Insentif
Yaitu alat motivasi yang diberikan
berupa barang/benda yang ternilai jadi hanya memberikan kepuasan/kebanggaan
rohani, misalnya berupa penghargaan, piagam, dan lainnya; dan
c)
Kombinasi Materiil dan Nonmateriil Insentif
Yaitu alat motivasi yang diberikan berupa
materiil (barang dan uang) dan nonmateriil (medali dan piagam) yang menjadi
memenuhi kebutuhan ekonomis dan kepuasan rohani.
III.
HASIL PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian yang
mengkaji tentang masalah entrepreneurship dan leadership sejauh yang penulis ketahui
sudah banyak. Beberapa penelitian baik yang menggunakan studi kepustakaan
maupun lapangan diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama Karya Nursaada dan Bondan
Wismandanikung yang berjudul “kreatifitas dan inovasi untuk
memupuk semangat kewirausahaan”, hasil penelitannya ditemukan
bahwa adanya peran otak kanan akan mempengaruhi seseorang dalam memupuk jiwa
wirausaha. Seseorang yang berjiwa
wirausaha kecenderungan memaksimalkan kinerja otak kanan dari pada otak kiri,
orang dengan otak kanan akan mempunyai
jiwa kreatifitas, inovasi tinggi serta berorientasikan pada hasil.
1. Penelitian yang berjudul membangun
jiwa entrepreneeurship dalam berorganisasi (suatu proses kepemimpnan
organisasi) dilakukan oleh hengki V. R Pattimukay (2008) juga menunjukkan bahwa membangun jiwa entrepreneurship
yaitu membangun jiwa kreatifitas dan
inovasi sebagai wujud kemampuan pemimpin melakukan perubahan dalam organisasi
dengan kerja keras melahirkan ide-ide baru dan mewujudkan visi menjadi
kenyataan dengan keahlian yang dimiliki.
2. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Teddy Oswari tentang Membangun Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship)
"menjadi mahasiswa pengusaha (entrepreneur student) pada tahun 2005 menunjukan bahwa
seorang calon wirausahawan sangat ditentukan oleh mental pribadi masing masing.
Sebagai seorang mahasiswa yang
ingin mengembangkan jiwa wirausaha (entrepreneur student), harus mampu belajar merubah sikap mental
yang kurang baik dan perlu dimulai dengan
kesadaran dan kemauan untuk mempelajari ilmu kewirausahaan, kemudian menghayati
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
3. Tejo
Nurseto yang berjudul Strategi
Menumbuhkan Wirausaha Kecil Menengah Yang Tangguh (2004). dari hasil
penelitiannya menunjukkan
bahwa peran pemerintah daam pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM).
dibutuhkan anaisis SWOT untuk mendiagnosa beberapa faktor internal maupun
eksternal. Hal ini dibutuhkan untuk mengidentifikasi karakteristik produk,
pangsa pasar, teknologi. Sumber daya manusia dan aspek manajemen.
1. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Adeline yang berjudul “Faktor-faktor yang Memengaruhi
Minat Berwirausaha Budidaya Lele Sangkuriang” pada tahun 2011. Hasil
penelitiannya menunjukkan terdapat
hubungan antara faktor keberhasilan diri, toleransi akan risiko serta kebebasan
bekerja terhadap minat berwirausaha lele sangkuriang. Sementara prediksi model
penelitian diketahui bahwa responden yang berusia diatas 40 tahun lebih
menginginkan kebebasan bekerja dalam berwirausaha Budi daya lele sangkuriang
dengan tingkat signifikan sebesar 0.374.
IV.
KERANGKA BERPIKIR
Era informasi ini oleh para pakar
dipandang telah menggantikan era industri. Dengan dukungan IPTEK era informasi
mampu mengubah pola kehidupan dan mempercepat pekerjaan. Kini orang harus siap
menghadapi berbagai kemugkinan perubahan pada pekerjaan yang selama ini telahg
ditekuni. Untuk itu penyesuaian diri terhadap perubahan selalu diperlukan
dengan meningkatkan kecakapan hidup yang memadai sebagai bekal dalam
berkehidupan bermasyarakat.
Problem-problem sosial yang
terjadi dimasyarakat dapat teratasi jika pesantren mampu mempersiapkan
lulusanya sebagai generasi yang berkepribadian tangguh, memiliki kemandirian,
keberanian dan kemampuan mencari alternatif dan memecahkan permasalahan hidup
secara bertanggung jawab.
Pesantren dikatakan kalah bersaing jika tidak
mampu melahirkan out put (santri) yang memiliki kompetensi dalam
penguasaan ilmu maupun life skill (kecakapan hidup). Untuik itu,
dibutuhkan peran dari pesantren untuk mewadahi dan membekali para santriwan dan
santriwati dalam penguasaan keterampilan.
V.
METODE PENELITIAN
1. Jenis
dan Pendekatan Penelitian
Metode penelitian adalah
cara atau jalan yang menyeluruh untuk mencari dan mengumpulkan data yang
terkait dengan topik penelitian. Berdasarkan jenisnya, penelitian ini termasuk
penelitian lapangan (field research), dimana untuk memperoleh data atau
informasi yang berasal dari informan diperoleh secara lansung dengan cara
peneliti terjun ke lapangan[24].
Sedangkan dilihat dari pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan
penelitian deskriptif kualitatif. dimana hasil data yang telah dianalisis bukan
dalam bentuk angka statistik melainkan dinyatakan dalam fenomena. Desain
penelitian seperti ini akan memberikan gambaran secara sistematis tentang
informasi ilmiah yang berasal dari subjek atau objek penelitian. [25]
Penelitian
deskriptif berfokus pada penjelasan
sistematis tentang fakta yang diperoleh saat penelitian dilakukan. Selanjutnya,
data yang telah terkumpulkan Kemudian diolah, dianalisis dan dinarasikan
sebagaimana layaknya laporan penelitian.[26]
2. Subjek
dan Objek Penelitian
Subjek penelitian dapat ditemukan dengan cara
memilih informan untuk dijadikan ”key
informan” dalam pengambilan data dilapangan. Dengan demikian subjek
penelitian ini adalah Santri putra dan
putri pesantren Roudlotul Mubtadi’in.
Sedangkan objek penelitian ini adalah pondok
Pesantren Roudlotul Mubtadi’in yang beralamatkan di Dusun Balekambang Desa Gemiring lor RT 02 RW 07 Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara kode
pos 59466.
3. Instrumen
Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian adalah
peneliti sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber
data, melakukan pengumpulan data, analisis data, menafsirkan data dan nenbuat kesimpulan atas
temuannya[27].
Jadi yang menjadi alat dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, yang dituntut
peka, aktif dan dapat menyesuaikan dengan situasi dilapangan
4. Populasi
dan Sampel
Populasi menurut danim diartikan sebagai universum, dimana universum
dapat berupa orang, benda, atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti.[28]
Sedangkan Malo mengemukakan bahwa dalam menentukan populasi, peneliiti harus
mendefinisikanya dengan memilahnya menjadi empat katagori yakni isi, satuan,
cakupan dan waktu. Dalam praktiknya, seorang peneliti jarang sekali melakukan
penelitian terhadap keseluruhan populasi. Sejalan dengan itu, Ardhana mengatakan peneliti sebaiknya dimungkinkan
untuk mengambil sampel yang lebih terbatas untuk menghemat waktu, usaha dan
dana. Oleh karena itu populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Santri putra
2. Santri putri
3. Pengurus pesantren santri putra
dan putri
4. Ustazd
5. Pengasuh pondok pesantren
Roudlotul Mubtadi’in.
5. Sumber
Data
Setiap penelitian memerlukan data dalam memecahkan masalah yang dihadapi
. data harus diperoleh dari sumber data yang tepat, agar data yang terkumpul relevan dengan masalah yang diteliti, sehingga tidak menimbulkan kekeliruan
dalam penyusunan intepretasi dan kesimpulan. Sumber data dalam penelitian ini
diperolah dari dua sumber data, meliputi:
1. Sumber data primer
Merupakan sumber
data yang diperoleh peneliti secara langsung dari informan. Data primer dalam
penelitian ini berasal dari santri putra, santri putri, pengurus pondok dan
pengasuh pondok pesantren Roudlotul Mubtadi’in.
Informan
tersebut dipilih karena pertimbangan yang lebih tahu, paham dan mengerti akan
proses, pelaksanaan, hambatan dan peluang dilaksanakanya motivasi untuk
menumbuhkan jiwa entrepreneurship dan leadership
2. Sumber data sekunder
Merupakan
sumber data yang diperolah secara tidak langsung, data tersebut dapat berupa
dokumen, arsip, buku-buku literatur, brosur dan media lainnya yang
berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini
6. Teknik
Pengumpulan Data
Untuk mencapai hasil penelitian
yang valid dan reliabel, maka harus sesuai dan bisa dipercaya kebenarannya
serta menggunakan metode yang sesuai pula. Adapun langkah-langkah pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Metode observasi
Merupakan cara pengumpulan data
melalui proses pencataan perilaku subjek, objek, atau kejadian yang sistematis
tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti.[29]
2. Metode wawancara
Metode waawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan
data yang menggunakan instrumen berupa pertanyaan langsung kepada subjek
penelitian secara lisan[30].
Pengumpulan data dengan menggunakan teknik seperti ini dapat melalui
catatan-catatan dilapangan ataupun direkam melalui penggunaan alat perekam
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah
metode pengumpulan data dengan jalan mengambil keterangan secara tertulis dari
tempat penelitian.[31]
Metode ini dapat berupa catatan, transkrip, notulen, raport, agenda dan sebagainya.
Data-data tersebut dapat berupa arsip-arsip yang berhubungan dengan kondisi pesantren Roudlotul Mubtadi’in
7. Uji
Keabsahan Data
Bagian ini memuat tentang uraian usaha peneliti untuk memperoleh
keabsahan temuannya. Agar diperoleh temuan dan interpelasi yang absah, maka perlu
diteliti kredibilitasnya dengan menggunakan teknik-teknik tertentu.
Peneliti akan menggunakan uji keabsahan data sebagaimana yang dikemukaan
oleh soegiyono. Menurutnya, uji keabsahan data meliputi credibility
(validitas interbal), transferability
(validitas internal), dependability (reliabilitas),
confirmability (objektivitas)
1.
Uji Kredibilitas
Bermacam-macam
cara pengujian kredibilitas data, namun yang peneliti pilih digunakan sebagai
cara untuk menguji kredibilitas data adalah:
a. Perpanjangan
pengamatan
Dalam
perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian ini,
peneliti akan menfokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data yang telah diperoleh itu setelah dicek kembali ke lapangan data sudah benar atau tidak, berubah atau tidak, bila setelah
dicek kembali ke lapangan sudah benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan pengamatan
dapat diakhiri
b. Meningkatkan
ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat
dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan
peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan meningkatkan
ketekunan itu, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data
yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga dengan meningkatkan
ketekunan, maka peneliti dapat memberikan deskripsi data akurat dan sistematis
tentang apa yang diamati
c. Menggunakan
bahan referensi
Yang dimaksud dengan bahan referensi disini adalah adanya pendukung yang
membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Dalam hal ini, peneliti
akan melengkapi data-data yang dikemukakan dengan foto-foto atau dokumen
autentik, sehingga lebih dapat dipercaya
d. Mengadakan
Member Check
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi
data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data
yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.[32]
Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya
tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data
yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsiranya tidak disepakati oleh
pemberi data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila
perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data
e. Trianggulasi
Merupakan metode pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai
cara dan berbagai waktu. Dalam hal ini trianggulasi yang digunakan peneliti
adalah trianggulasi sumber dan trianggulasi teknik
1)
Trianggulasi sumber
Jenis trianggulasi ini berfungsi untuk menguji kredibilitas data melalui
pengecekan data yang telah diperoleh dari beberapa sumber. Dalam penelitian ini
untuk menguji kredibilitas data tentang peran pesantren dalam menumbuhkan jiwa entrepreneurship
dan leadership maka pengumpulan dan pengujian data tang telah diperoleh
dikonfirmasikan kepada santri, pengurus dan pengasuh pondok pesantren Roudlotul
Mubtadi’in
2)
Trianggulasi teknik
Trianggulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data
diperoleh dengan observasi, lalu di cek dengan wawancara dan dokumentasi. Bila
dengan tiga teknk pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang
berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data
yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar.
2.
Uji Transferability
Uji Transferability ini perlu
dilakukan supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga
ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti dalam
membuat laporanya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan
dapat dipercaya. Dengan demikian, maka pembaca menjadi lebih jelas atas hasil
penelitian tersebut, sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya untuk
mengaplikaksikan hasil penelitian tersebut ditempat lain. Jadi dalam penelitian
ini peneliti harus bisa menguraikan proses dan implementasi kebijakan pesantren
Roudlotul Mubtadi’in dalam rangka menumbuhkan jiwa entrepreneurship dan leadership.
3.
Uji Dependability
Dalam penelitian kualitatif, uji dependabilty
dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian.
Caranya adalah peneliti mulai menentukan masalah atau fokus, memasuki lapangan,
menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan analisis data,
melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan harus dapat ditunjukan
oleh peneliti.
4.
Uji Konfirmability
Menguji konfimability berarti
menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil
penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian
tersebut telah memenuhi standar konfirmablity.
Dalam penelitian ini jangan ada proses tidak ada, tetapi hasilnya ada.[33]
8. Analisis
Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuanya dapat
diinformasikan kepada orang lain[34]
Miles dan huberman
(1984) dalam sugiyono mmenyatakan bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh.
Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduuction, data display, dan
conclution drawing/verivication[35]
1.
Reduksi Data (data reduction)
Reduksi
data dalam penelitian kualitatif dapat disejajarkan maknanya dengan istilah
data pengelolaan data dalam penelitian kuantitatif. Ia mencakup kegiatan
mengikhtiarkan hasil pengumpulan data selengkap mungkin dan
memilah-milahkanya kedalam tema tertentu. Dalam hal ini peneliti akan
menfokuskan penelitian pada peran pesantren Roudlotul Mubtadi’in dalam
membangun jiwa entrepreneurship dan leadership.
2.
Penyajian Data (data display)
Penyajian
data diartikan sebagai sekumpulan organisasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Karena penelitian yang
akan dilakukan bersifat penelitian kualitatif, maka peneliti akan menyajikan
data dengan teks yang bersifat naratif.
3.
Verifikasi
Data (verivication)
Verifikasi
data atau penarikan kesimpulan ini peneliti lakukan sejak pengumpilan data.
Seorang penganalisis penelitian kualitatif dimulai dari mencari makna atau arti
benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan, konfigurasi-konfigurasi
yang mungkin, alur sebab-akibat dan proposisi.
[4] Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.
2-cet. 4, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 374.
[5] Hendro, M.M, Dasar-Dasar kewirausahaan:Panduan
Bagi Mahasiwa Untuk Mengenal, Memahami, dan Memasuki Dunia Bisnis,
Erlangga, Jakarta, 2011 hlm 65.
[6]
Poniman, Farid Dkk, Kubik Leadership: Solusi Esensial Meraih
Sukses dan Hidup Mulia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2009 hlm 45
[7] Wahjoetomo, Perguruan
Tinggi Pesantren. Pendidikan Alternatif Masa Depan, Gema Insani Press,
Jakarta 1997 hlm. 70.
[8] M. sulton Mashud, et. al., Manajemen Pondok Pesantren, Diva Pustaka, Jakarta, 2003, hlm.
45.
[9] M Bahri Ghazali, Pesantren
Berwawasan Lingkungan, CV
Prasasti, Jakarta, 2003, hlm. 23.
[10] Hendro, M.M, Dasar-Dasar
kewirausahaan:Panduan Bagi Mahasiwa Untuk Mengenal, Memahami, dan Memasuki
Dunia Bisnis, Erlangga, Jakarta, 2011. Hlm. 29.
[11] Ibid hlm. 30.
[12] Ibid hlm 48
[13] ibid hlm. 45.
[14] Ibid hlm. 58.
[15] Ibid hlm 187
[16] Ibid hlm 190
[17] Ibad, Muhammad N, Leadrship Secrets Of
Gus Dur-Gus Miek, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2010 hlm. 18.
[18] Poniman, Farid Dkk, Kubik Leadership:
Solusi Esensial Meraih Sukses dan Hidup Mulia, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta 2009 hlm. 67.
[19] Antonio, Syafii, Muhammad SAW : The
Super Leader Super Manager, Cet XXI. Tazkia Publishing dan ProLM
Center, Jakarta 2009 hlm 67
[20] Curtis, Dan B. dkk, Komunikasi Bisnis dan Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2006 hlm 109
[21] Wattles, Wallace D, The Science Of Getting Rich : Seni Menjadi Kaya dan Bahagia Dengan
Kekuatan Ide dan Pikiran, Best Media, Jakarta, 2010 hlm 56
[22] Ibid 58
[23] Masykur, W,
Pengantar Kewiraswastaan. Edisi 1 Cet. 2, BPFE,
Yogyakarta, 200I hlm 17
[24] Rosady Ruslan, Metode Penelitian :
Public Relation dan Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada Jakarta 2004 Hlm. 32.
[25] Sanusi, Anwar, Metode Penelitian
Bisnis, Salemba Empat, Jakarta, 2011.
[26] Nazir, Moh, Metode
Pendekatan, Ghalia Indonesia Jakarta, 1988 Hlm. 63.
[27] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, Alfabeta, Bandung,
2010 hlm. 306.
[28] Danim, Sudarwan, Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu
Perilaku:Acuan Bagi Mahasiswa Progam Sarjana dan Peneliti Pemula, PT.
Bumi Aksara, Jakarta, 2004 hlm. 87.
[30] Ibid hlm 146
[31] Winarno Surahmat, Dasar-Dasar dan Tehnik Research,
Tarsito, Bandung 1972, hlm. 132.
[32] Ibid hlm 76
[33] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, Alfabeta, Bandung,
2010 hlm 89
[34] Mohadjir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif,
Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996, hlm. 146.
[35] Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Remaja Roesdakarya, Bandung, 1993, hlm, 91-99.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar